Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial (Perubahan Cepat Lambat, Kecil Besar, dan Dikehendaki dan Tidak)

Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial (Perubahan Cepat Lambat, Kecil Besar, dan Dikehendaki dan Tidak)

Hampir semua gejala-gejala sosial dalam masyarakat merupakan perubahan sosial. Dalam kaitannya perubahan sosial memiliki bentuk-bentuk yang perlu kita ketahui. Tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan, dan tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak diciptakan masyarakat. Tidak ada garis tegas yang membedakan perubahan sosial dan perubahan budaya, meskipun fokus pelajaran kita adalah perubahan sosial. Sehingga kalau kita membicarakan perubahan sosial, pasti membicarakan perubahan budaya. Walaupun demikian, dapat saja terjadi sebuah perubahan kebudayaan tidak mempengaruhi perubahan sosial. Misalnya perubahan model pakaian, bentuk kesenian, atau perubahan tari-tarian tanpa mengubah lembaga kemasyarakatan dan sistem sosial yang telah ada. Tetapi, apakah keadaan tersebut dapat berlangsung lama? Kesimpulannya adalah bahwa perubahan sosial dan budaya selalu berjalan beriringan.

Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial (Perubahan Cepat Lambat, Kecil Besar, dan Dikehendaki dan Tidak)

Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk perubahan, yakni sebagai berikut:

1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
a. Perubahan lambat (Evolusi)
    Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama dan rentetanrentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. Teori evolusi secara umum digolongkan menjadi beberapa hal sebagai berikut.
1) Unilinear Theories of Evolution
    Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu, bermula dari bentuk sederhana, kemudian kepada bentuk yang kompleks sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor teori ini antara lain adalah August Comte dan Herbert Spencer. Suatu variasi dari teori tersebut adalah Cyclical Theories, yang dipelopori Vilfredo Pareto, yang berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang merupakan lingkaran, dimana suatu tahap tertentu dapat dilalui berulangulang. Termasuk pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang pernah pula mengemukakan teori dinamika sosial dan kebudayaan. Sorokin menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui tahaptahap yang masing-masing didasarkan pada suatu sistem kebenaran. Dalam tahap pertama, dasarnya kepercayaan, dan tahap ke dua dasarnya adalah indera manusia, dan tahap terakhir dasarnya adalah kebenaran.
2) Universal Theory of Evolution
    Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evaluasi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen baik sifat maupun susunannya.
3) Multilinear Theories of Evolution
    Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evaluasi masyarakat, misalnya mengadakan penelitian mengenai pengaruh perubahan sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian, terhadap sistem kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan, dan seterusya.
Dewasa ini agak sulit untuk menentukan apakah suatu masyarakat berkembang melalui tahap-tahap tertentu atau tidak. Lagi pula adalah sangat sukar untuk dipastikan apakah tahap yang telah dicapai dewasa ini merupakan tahap terakhir atau masih ada tahaptahap berikutnya yang merupakan konsekuensi dari adanya gejala kehidupan. Sebaliknya juga sulit untuk menentukan kearah mana masyarakat akan berkembang, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau bahkan sebaliknya. Karena itu para Sosiolog telah banyak yang meninggalkan teori-teori evolusi (tentang masyarakat).

b. Perubahan cepat (Revolusi)
    revolusi yakni suatu perubahan sosial yang terjadi secara cepat yang mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat atau lembaga kemasyarakatan serta dikehendaki oleh masyarakat. Revolusi juga disebut perubahan secara besar-besaran dalam aspek yang mendasar. Waktu berjalannya revolusi bukan diukur oleh berapa bulan atau tahun berlangsung, melainkan ditentukan oleh tingkat revolusi yang terjadi. Misalnya, revolusi industri di Eropa abad XVIII, diperlukan waktu berpuluh-puluh tahun untuk melakukan sebuah perubahan dalam bidang industri. Namun perubahan yang terjadi di Eropa tersebut dianggap cepat, karena kita membandingkan dengan perubahan teknologi umat manusia pada masa sebelumnya. Contoh terbaru yang bisa kalian amati adalah kudeta militer Thailand bulan September 2006, merupakan perubahan cepat terhadap tatanan pemerintahan Thailand, yang menghendaki cara-cara baru dalam kepemerintahan.
    Unsur-unsur pokok revolusi adalah adanya perubahan yang cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan-perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu atau tanpa rencana. Ukuran kecepatan suatu perubahan yang dinamakan revolusi, sebenarnya bersifat relatif, karena revolusi dapat memakan waktu yang lama. Misalnya, revolusi industri di Inggris sebagaimana telah disebutkan di atas, dimana perubahan-perubahan terjadi dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat, karena mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat, seperti sistem kekeluargaan, hubungan antara buruh dengan majikan, dan seterusnya. Suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului oleh suatu pemberontakan (rebellion) yang kemudian menjelma menjadi revolusi. Pemberontakan para petani di Banten pada tahun 1888 misalnya, didahului dengan suatu kekerasan, sebelum menjadi revolusi yang mengubah sendisendi kehidupan masyarakat. Begitu pula dengan revolusi sosial di Brebes, Surakarta, Aceh, dan lain sebagainya didahului oleh suatu gejala-gejala sosial tertentu. 

Dalam konsepsi ini, suatu gejala sosial dapat dikatakan revolusi apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Adanya keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut.
  2. Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
  3. Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
  4. Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut terutama sifatnya konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Di samping itu, diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak, misalnya perumusan sesuatu ideologi tertentu.
  5. Harus ada “momentum”, yaitu saat dimana segala keadaan dan faktor sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan. Apabila “momentum” keliru, maka revolusi dapat gagal.

2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
    Suatu perubahan dikatakan kecil apabila perubahan itu tidak sampai membawa pengaruh yang langsung atau berarti bagi masyarakat, sedangkan sebaliknya, suatu perubahan dikatakan besar apabila perubahan-perubahan tersebut mampu membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat (khususnya lembaga-lembaga kemasyarakatannya). Suatu perubahan dalam mode pakaian, gaya rambut, dan model aksesoris misalnya, tidak akan membawa pengaruh yang berarti bagi masyarakat dalam keseluruhannya, oleh karena tidak mengakibatkan perubahanperubahan dalam lembaga lembaga kemasyarakatan. Namun sebaliknya, suatu proses industrialisasi pada masyarakat yang agraris misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh yang besar pada masyarakat yang bersangkutan. Dalam proses tersebut (industrialisasi), diperkirakan berbagai lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh olehnya, seperti misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan-hubungan kekeluargaan, stratifikasi sosial, dan sebagainya. Dengan demikian terjadinya proses industrialisasi pada masyarakat yang masih agraris merupakan suatu perubahan sosial yang besar bagi masyarakat yang bersangkutan. 

Perubahan Kecil dan Perubahan Besar

    Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas, karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan, dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat. Sebagai contoh: pengaruh mode pakaian, tidak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya, suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh, misalnya hubungan kerja, sistem kepemilikan tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya.
 

3. Perubahan yang Dikehendaki dan Tidak Dikehendaki
    Perubahan sosial dapat berlangsung karena dikehendaki atau direncanakan (intended change), dan dapat pula tidak dikehendaki atau tanpa suatu perencanaan (unintended change). Walaupun suatu perubahan sosial telah direncanakan ke arah suatu tujuan yang hendak dicapai, namun perubahan yang terjadi tidak selamanya berhasil seperti yang dikehendaki. Oleh karena itu, keberhasilan suatu perubahan sosial yang direncanakan akan banyak bergantung kepada kemampuan rekayasa sosial yang dilakukan oleh para perencana sosialnya.

    Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan (telah direncanakan) terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan biasanya menyebut para perencana sosial, yakni seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dengan demikian, dalam konteks perubahan yang dikehendaki maka pada perencana sosial inilah yang akan memimpin masyarakat dalam merubah sistem sosialnya. Dalam melaksanakan tugasnya, langsung terjun langsung untuk mengadakan perubahan, bahkan mungkin menyebabkan perubahan-perubahan pula pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Selain itu, suatu perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan dari perencanaan sosial tersebut. Dalam ilmu sosiologi, cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu sebagaimana dijelaskan di atas, dinamakan social planning
(perencanaan sosial) atau sering dinamakan pula dengan istilah social engineering (perekayasaan sosial).

    Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihakpihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak yang ingin mengadakan perubahan disebut dengan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Anda berencana masuk SMA atau MA, sehingga masuk SMP/MTs. Setelah lulus kemudian bisa masuk SMA atau MA. Anda telah melakukan perubahan yang direncanakan. Contoh yang lebih besar ketika bangsa Indonesia menginginkan lepas dari belenggu penjajahan. Para perintis pergerakan merencanakan melalui berbagai organisasi pergerakan, baik politik maupun sosial budaya. Akhirnya kemerdekaan diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia telah berubah dari zaman penjajahan ke zaman kemerdekaan. Contoh yang paling baru adalah keinginan masyarakat mengubah sistem politik di Indonesia pada era Orde Baru. Beberapa kelompok masyarakat memelopori keinginan membentuk sistem pemerintahan yang lebih demokratis. Para pemimpin perubahan (agent of change) memelopori berbagai gerakan untuk menuntut perubahan melalui berbagai cara. Akhirnya terjadi era reformasi pada tahun 1998, terjadi perubahan sosial politik yang telah direncanakan oleh masyarakat.
    Sedangkan perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki. Bisa saja terjadi, suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya. Perubahan yang tidak direncanakan misalnya menyangkut adat-istiadat. Di Tapanuli, ada tradisi berupa pembagian hak waris. Menurut tradisi, hanya pihak laki-laki yang berhak mendapatkan warisan. Tetapi karena perkembangan pengetahuan dan pendidikan, masyarakat akhirnya merubah hukum waris adat tersebut. Dalam perubahan yang tidak direncanakan tersebut akhirnya masyarakat secara sadar mengubah hukum adat, dengan memberikan hak waris yang sama dengan keluarga perempuan. Perubahan-perubahan sosial budaya yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahanperubahan yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat, serta dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat. Sedangkan apabila perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki, sehingga keadaan tersebut tidak mungkin dirubah tanpa mendapat halangan-halangan dari masyarakat itu sendiri. Atau dengan perkataan lain, perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat dengan cara mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga lembaga kemasyarakatan yang telah ada, atau dengan cara membentuk yang baru. Seringkali pula terjadi bahwa perubahan yang dikehendaki bekerjasama (saling menerima) dengan perubahan yang tidak dikehendaki dan kedua proses tersebut akhirnya saling pengaruh-memengaruhi.

Perubahan yang Dikehendaki dan Tidak Dikehendaki - Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial

     Dalam perkembangan selanjutnya, perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki oleh adat itupun akhirnya diakui dan dilegalkan (dikuatkan) oleh pengadilan, yakni sebagaimana dapat dilihat dari keputusan-keputusannya di seputar hukum adat waris. Bahkan di tingkat pemerintahan pusat (negara), keadaan tersebut kemudian disyahkan oleh Ketetapan MPRS Nomor 2 Tahun 1960, yang antara lain menegaskan bahwa semua warisan adalah untuk anak-anak (tanpa membedakan antara anak laki-laki atau perempuan) dan juga janda.

قالب وردپرس