Membandingkan Karakteristik Novel Angkatan 20-30an dan Contohnya

Pembahasan kali ini adalah mencakup karakteristik novel angkatan 20-30an, ciri-ciri novel angkatan 20-30an dan contoh novel angkata 20-30an.

Seperti pelajaran yang lalu, kali ini kamu akan diminta untuk membaca novel Angkatan 20 dan 30-an. Selanjutnya kamu harus dapat membandingkan karateristik dalam novel-novel tersebut.

Karakteristik yang dimaksud meliputi unsur intrinsik dalam novel tersebut. Macam-macam unsur instrinsik telah kamu pelajari pada pelajaran sebelumnya.

Tentu kamu masih ingat apa saja ciri-ciri novel angkatan 20 – 30-an bukan?

Ciri-ciri dan Karakeristik Novel Angkatan 20-30an

Ciri novel angkatan 20 antara lain sebagai berikut.

a. Bertema adat kawin paksa.

b. Unsur-unsur kedaerahan masih menonjol

c. Dipengaruhi oleh pola fikir dan adat dalam masyarakat.

d. Nama-nama pelaku umumnya masih nama asli/daerah.

e. Bersifat statis, dan monoton

Sementara itu, ciri novel angkatan 30 antara lain sebagai berikut.

a. Umumnya bertema emansipasi dan nasionalisme

b. Unsur budaya/daerah sudah mulai ditinggalkan

c. Dipengaruhi oleh pola pikir budaya modern

d. Nama-nama pelaku sudah bersifat nasional

e. Bersifat dinamis dan menghibur.

Contoh Novel Angkatan 20-an


Salah Asuhan
Membandingkan Karakteristik Novel Angkatan 20-30an dan Contohnya
Novel Salah Asuhan
Hanafi adalah pemuda pribumi asal Minangkabau. Sesungguhnya, ia termasuk orang yang sangat beruntung dapat bersekolah di Betawi sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). 

Ibunya yang sudah janda, memang berusaha agar anaknya kelak menjadi orang pandai, melebihi sanak keluarganya yang lain. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan menitipkan Hanafi pada keluarga Belanda walaupun untuk pembiayaannya ia harus meminta bantuan mamaknya, Sutan Batuah.

Setamat HBS, Hanafi kembali ke Solok dan bekerja sebagai klerek di kantor Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi komis.

Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkinkan Hanafi berhubungan erat dengan Corrie Du Busse, gadis Indo-Perancis. Hanafi kini merasa telah bebas dari kungkungan tradisi dan adat istiadat negerinya. Sikap, pemikiran, dan cara hidupnya, juga sudah kebaratbaratan.

Tidaklah heran jika hubungannya dengan Corrie, ditafsirkan lain oleh Hanafi karena ia kini sudah bukan lagi sebagai orang "inlander". Oleh karena itu, ketika Corrie datang ke Solok dalam rangka mengisi liburan sekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. la dapat berjumpa kembali dengan sahabat dekatnya.

Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrie terhadapnya juga dianggap sebagai "gayung bersambut kata berjawab". Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika ia membaca surat dari Corrie. 

Corrie mengingatkan bahwa perkawinan campuran bukan hanya tidak lazim untuk ukuran waktu itu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai masalah. "Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat ditimbuni jurang yang membatasi kedua bahagian itu" (hlm. 59). 

Perasaan Corrie sendiri sebenarnya mengatakan lain. Namun, mengingat dirinya yang Indo-dan dengan sendirinya perilaku dan sikap hidupnya juga berpijak pada kebudayaan Barat- serta Hanafi yang pribumi, yang tidak akan begitu saja dapat melepaskan akar budaya leluhurnya.

Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi mau memutuskan pertalian hubungannya itu (hlm. 61). Surat itu membuat Hanafi patah semangat. la pun kemudian sakit. Ibunya berusaha menghibur agar anak satu-satunya itu, sehat kembali. 

Di saat itu pula ibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah, anak mamaknya, Sutan Batuah. Ibunya menerangkan bahwa segala biaya selama dia bersekolah di Betawi, tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutan Batuah. Hanafi dapat mengerti dan ia menerima Rapiah sebagai istrinya.

Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalan lempang. Hanafi tidak merasa bahagia, sungguhpun dari hasil perkawinannya dengan Rapiah, mereka dikaruniai seorang anak lakilaki, Syafei. Lagi pula, semua teman-temannya menjauhi dirinya. 

Dalam anggapan Hanafi, penyebab semua itu tak lain adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjadi tempat segala kemarahan Hanafi. Walaupun diperlakukan begitu oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.

Suatu ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha menyadarkan kembali kelakuan anaknya yang sudah lewat batas itu.

Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara cemooh. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan Hanafi. Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan Hanafi.

Dokter menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat menyenangkan hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk bertemu kembali dengan Corrie.

Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru Corrie yang menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi mendapat antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan cara diam-diani mereka melangsungkan pernikahan.

Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi, tetap tinggal di Solok bersama anaknya, Syafei, dan ibu Hanafi. Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi. 

Di satu pihak menganggap Hanafi besar kepala dan angkuh; tidak menghargai bangsanya sendiri. Di lain pihak, ia menganggap Corrie telah menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupan Barat. Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang jelas; tidak ke Barat, tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api neraka dunia. Corrie yang semula supel dan lincah, kini menjadi nyonya yang pendiam. Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang kasar dan bengis. Bahkan, Hanafi selalu diliputi perasaan syak wasangka dan curiga. Lebih-lebih lagi, Corrie sering dikunjungi Tante Lien, seorang mucikari.

Puncak bara api itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih dahulu, Hanafi telah menuduh istrinya berbuat serong. Tentu saja, Corrie tidak mau dituduh dan diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketetapan hati, Corrie minta diceraikan. "Sekarang kita bercerai, buat seumur hidup.... Bagiku tidak menjadi kepentingan, karena aku tidak sudi menjadi istri lagi dan habis perkara".

Setelah itu, Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke Semarang. la bekerja di sebuah panti asuhan. Segala kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah. la menyesal dan mencoba menyusul Corrie.

Namun, sia-sia. Corrie tetap pada pendiriannya. Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi. Di tambah lagi, teman-temannya makin menjauhi. Hanafi dipandang sebagai seorang suami yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan demikian, barulah ia menyesal sejadi-jadinya. la juga ingat kepada ibu, istri, dan anaknya di Solok.

Akibat tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu datang seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang terhadapnya. la sadar dan menyesal. la kembali bermaksud minta maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. la pergi ke Semarang. 

Namun rupanya, pertemuannya dengan Corrie di Semarang merupakan pertemuan terakhir. Corrie terserang penyakit kolera yang kronis. Sebelum mengembuskan napasnya, Corrie bersedia memaafkan kesalahan Hanafi. Perasaan sesal dan berdosa tetap membuat Hanafi sangat menderita. Batinnya goncang. la jatuh sakit kembali.

Setelah sembuh, Hanafi bermaksud pulang ke kampungnya. la ingin minta maaf kepada ibunya dan Rapiah, istrinya. Di samping itu, ia juga ingin melihat keadaan anaknya sekarang. la berharap agar anaknya kelak tidak mengikuti jejak ayahnya yang sesat. Dengan kebulatan hatinya, berangkatlah Hanafi kembali ke tanah kelahirannya.

Sumber: Salah Asuhan, 1990. Balai Pustaka

Contoh Novel Angkatan 30-an


Mencari Pencuri Anak Perawan

Membandingkan Karakteristik Novel Angkatan 20-30an dan Contohnya
Sir Joon bertunangan dengan Nona. Pasangan itu serasi, pemuda tampan ber-pasangan dengan gadis jelita. Bukan saja kedua orang tua si gadisorang tua Sir Joon tak diketahui rimbanya-yang menyetujui pertunangan itu, penduduk kampung juga merestui dan turut merasa senang kepada pasangan itu. "Seorang manis, seorang cantik, apalagi? Orang-orang menanti saat perkawinan." (hlm. 6).

Namun, tiba-tiba ayah si gadis, Pak Gadi, memutuskan pertunangan itu. Orang-orang kampung terkejut mendengar keputusan itu. Bahkan bertambah terkejut melihat Sir Joon yang terlihat seperti tak terpengaruh oleh pertunangannya yang karam.

Penyebab Pak Gadi memutuskan pertunangan anak gadisnya dengan Sir Joon adalah lamaran yang diajukan oleh Tairoo. Pemuda kaya-raya keturunan Hindi itu mengajukan mas kawin uang sebesar 600 dolar, suatu jumlah yang besar pada waktu itu. Pak Gadi merelakan anaknya demi memperoleh uang itu dan tak mempedulikan apakah anaknya suka atau tidak kepada pemuda Hindi itu.

Sementara itu, nasib malang yang menimpa Sir Joon tak berhenti sampai di situ. la tertimpa musibah ketika bermain sepakbola dalam pertandingan persahabatan. Kakinya terkilir hingga ia harus menggunakan tongkat untuk berjalan. 

Namun, ia tenang-tenang saja dan sabar menerima kenyataan itu, seperti pada waktu ia menerima kabar pemutusan pertunangannya dengan Nona. Orang-orang kampung makin kagum melihat ketabahan Sir Joon.

Ketika orang-orang kampung belum hilang rasa terkejutnya, muncul peristiwa lain. Anak gadis Pak Gadi, Nona, hilang dari rumahnya. Belum jelas penyebabnya, apakah ia melarikan diri atau dilarikan orang. Pak Gadi cemas dan bingung. Demikian pula halnya Tairoo, calon menantu Pak Gadi. 

Lalu, dengan terpincang-pincang Sir Joon menawarkan bantuan untuk mencari Nona. Tak tampak sedikit pun perasaan dendam dan beci terlukis pada wajahnya sehingga baik Pak Gadi maupun Tairoo dengan senang hati menerima kebaikan Sir Joon. Apalagi mengingat pengalaman dan pandangan Sir Joon yang lapang.

Akibat pengaruh Sir Joon, Pak Gadi mencurigai Tairoo. Hal ini mengingat bahwa Nona tak mencintai Tairoo. Kemungkinan besar, Tairoo tak ingin kehilangan gadis yang dicintainya itu. Lalu, Nona diculik untuk dibujuk agar mencintai Tairoo. Begitulah teori yang diajukan Sir Joon kepada Pak Gadi. Oleh karena itu, Pak Gadi harus memata-matai gerak-gerik calon menantunya, usul Sir Joon.

Tairoo pun tak luput dipengaruhi oleh Sir Joon. la berteori bahwa penculikan itu tak lain akal bulus Pak Gadi. Tairoo sudah memberikan uang yang jumlahnya besar kepada Pak Gadi. Bukan tak mungkin orang tua itu menginginkan tambahan uang dari Tairoo, apalagi Pak Gadi dikenal mata duitan. Tak urung Tairoo disarankan Sir Joon agar memata-matai tingkah laku Pak Gadi, calon mertuanya.

Lalu, siapa yang melarikan Nona? Pak Gadi atau Tairoo? Ataukah orang lain yang mendapat untung dari putusnya pertunangan Nona dan Tairoo? Tak ada orang kampung yang berpikir demikian. Kalaupun ada yang pernah berpikir bahwa yang beruntung akibat putusnya pertunangan Tairoo dan Nona adalah Sir Joon; pendapat itu akan gugur melihat keadaan tubuh Sir Joon. Mana mungkin orang yang berjalan dengan susah payah menggunakan tongkat, melarikan seorang gadis. Apalagi kalau diingat Sir Joon adalah orang terpandang dan berbudi baik.

Rupanya Pak Gadi dan Tairoo sangat terpengaruh oleh pendapat Sir Joon. Calon mantu dan calon mertua itu saling curiga. Mereka tak menyadari bahwa mereka telah termakan hasutan yang dilancarkan oleh Sir Joon. Mereka tak merasa curiga pada Sir Joon. Hal ini ditambah dengan kepandaian Sir Joon melakukan sandiwara dan mengatur strategi hingga mereka sangat mempercayainya.

Berkat kecerdikan Sir Joon, Tairoo memperoleh kembali uangnya yang diberikan kepada Pak Gadi sebagai mahar. Dengan demikian, tak ada lagi mas kawin yang mengikat pertunangan Tairoo dan Nona. Pertunangan itu sudah batal. 

Sebaliknya, keuntungan yang diperoleh Sir Joon dari Pak Gadi adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Sir Joon dan Nona menjadi suami-istri ketika Sir Joon membujuk Pak Gadi agar Sir Joon dapat dengan mudah meminta bantuan kepada orang kampung untuk mencari Nona.

Akhirnya, Sir Joon dapat memperistri Nona. Perjodohan itu berhasil karena kecerdikannya memperdayakan Pak Gadi, Tairoo, dan tentu saja orang-orang sekampungnya. la berpura-pura sakit kakinya, lalu menculik dan menyembunyikan Nona di rumah seorang perempuan tua yang jarang dikunjungi orang, di pinggir kampung. 

Kemudian, ia mendapat bantuan teman-temannya dan terutama dari pembantunya yang setia, untuk mengatur pelariannya. Hal yang tak kalah pentingnya adalah cinta Nona kepada Sir Joon hingga pria itu dapat mengawininya.

Sir Joon dan Nona hidup berbahagia di Singapura, jauh dari kampung halamannya. "Suami-istri itu yaitu Sir Joon dan Si Nona, diberi Allah telah sampai kepada ujud perkawinan, yaitu anak kesayangan".

Sumber: Suman H.S., Balai Pustaka, tahun 1961