A. Faktor dari Dalam Masyarakat
   Faktor internal ini disebut juga dengan istilah faktor sosiogenik yang artinya masyarakat itu sendirilah yang merupakan sumber perubahan sosial. Adapun dimaksud dengan masyarakat di sini dapat kolektif dan dapat pula individual. Faktor internal ini masih dapat dibedakan lagi menjadi faktor internal manifest atau yang disengaja (intended), dan yang laten atau tidak disengaja (unintended).
Adapun faktor-faktor internal tersebut dapat berupa fenomena-fenomena sosial sebagai berikut.
1) Pertambahan Penduduk
   Pertambahan penduduk menyebabkan perubahan dalam pola tempat tinggal, yang semula terpusat pada lingkungan kerabat, berubah terpencar yang berorientasi pada pekerjaan. Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat, dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang menyangkut masalah lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Sedangkan berkurangnya jumlah penduduk terutama yang diakibatkan oleh proses migrasi (seperti urbanisasi, transmigrasi, dan lain-lain) juga dapat mengakibatkan kekosongan, misalnya pada bidang pembagian kerja, dan stratifikasi sosial yang pada gilirannya dapat berpengaruh pula terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan di daerah yang ditinggalkannya.
   Pada umumnya, masalah kependudukan yang sering menimbulkan perubahan sosial budaya tersebut adalah akibat pertambahan penduduk yang disebabkan oleh arus urbanisasi (ke kota), dan juga akibat berkurangnya jumlah penduduk terutama di daerah-daerah yang ditinggalkan oleh orang-orang yang berurbanisasi tersebut. Adanya urbanisasi penduduk ke kota-kota besar atau tempat-tempat lain yang menjanjikan harapan telah menimbulkan ketidak-seimbangan antara luas daerah beserta sumber-sumber kehidupannya dengan jumlah penduduk yang ada.
   Maka, persaingan untuk memenuhi kebutuhan hidup menjadi semakin tinggi, angka pengangguran juga semakin bertambah akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan-pekerjaan di sektor formal (biasanya para pendatang tidak memiliki ijasah maupun keahlian-keahlian khusus yang dibutuhkan oleh bursa kerja sektor formal sehingga mereka kalah bersaing dengan tenaga-tenaga terdidik kota yang umumnya memiliki semua persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan bagi bursa tenaga kerja di sektor formal), dan akibat lebih lanjut adalah munculnya kerawanan di bidang keamanan serta ketertiban masyarakat. Keadaan seperti itu jelas dapat menimbulkan perubahan-perubahan baru pada struktur masyarakat, seperti perubahan corak kehidupan sosial (masyarakat) yang lebih bersifat individual, sementara di sektor ekonomi kota juga muncul pekerjaanpekerjaan baru yang tidak banyak membutuhkan keahlian khusus maupun pendidikan-pendidikan formal, (asal bisa dikerjakan dan menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja), seperti pedagang kaki lima, pedagang asongan, pencuci mobil di pinggir jalan, penyemir sepatu, perantara calo-calo, dan lain-lain. Sementara kebalikan dari semua itu, ialah bahwa di daerah-daerah yang ditinggalkan (umumnya daerah pedesaan) akan mengalami kelambanan dalam pembangunan, antara lain karena tenaga-tenaga potensial yang ada berurbanisasi ke kota-kota (brain drain).
   Contoh: perubahan sistem kepemilikan tanah dari milik bersama menjadi milik individual. Contoh yang paling baru yang dapat Anda amati adalah munculnya pemekaran kabupaten dan propinsi di Indonesia yang berdampak pada perubahan struktur kelembagaan.
2) Pertentangan Dalam Masyarakat
   Konflik antarkelompok sosial atau golongan sosial dalam masyarakat menyebabkan perubahan masyarakat yang bersangkutan. Contoh: Konflik yang berlatar belakang SARA pada masyarakat majemuk, menyebabkan retaknya persatuan dan kesatuan bangsa.
Suatu pertentangan (konflik), baik itu berupa pertentangan nilai dan norma-norma, pertentangan agama, etnik, politik, dan lain-lain dapat pula menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang cukup luas. Suatu pertentangan individu terhadap nilai-nilai dan norma-norma, serta adat-istiadat yang telah berjalan lama misalnya, akan dapat menimbulkan perubahan apabila individu-individu yang bersangkutan beralih dari nilainilai, norma, serta adat-istiadat yang telah lama diikutinya tersebut. Sebagai contoh, anggapan umum masyarakat Indonesia bahwa âmakin banyak anak makin banyak rejekiâ, dan âsetiap anak yang dilahirkan telah memiliki rejekinya masing-masingâ, sehingga tidak menimbulkan kecemasan setiap kali anaknya lahir. Namun kini pandangan semacam itu mengalami perubahan, yakni bahwa âmakin banyak anak makin besar beban ekonominyaâ. Menurut yang percaya, perubahan tersebut diyakini dapat mengurangi angka pertambahan penduduk dan kesejahteraan juga makin meningkat, sebab terdapat keseimbangan antara kemampuan ekonomi dan tanggungjawab membiayai anak.Â
Terjadi pergeseran antara nilai lama yang mengatakan âbanyak anak banyak rezekiâ dengan nilai baru yang beranggapan âmakin banyak anak justru makin besar beban ekonominyaâ, telah membawa perubahan-perubahan, khususnya pandangan orang tua terhadap anak.
Contoh lain misalnya, pandangan masyarakat Batak bahwa di dalam keluarga harus ada anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan keluarga. Adanya keyakinan semacam itu ternyata telah mendorong keluarga-keluarga yang belum memperoleh anak laki-laki untuk terus berupaya mendapatkannya, meskipun sebenarnya jumlah anaknya telah banyak. Akan tetapi karena pengalaman, terutama bagi masyarakat Batak yang telah berpengalaman merantau, terhadap pikiran dan keyakinan tersebut menjadi lebih longgar. Mereka dapat berpandangan bahwa anak menantu adalah anak laki-laki mereka juga.Â
   Selain perubahan sosial yang diakibatkan oleh pertentangan nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat, perubahan sosial juga dapat diakibatkan oleh pertentangan ideologi (politik, agama), etnik, dan juga pemberontakan-pemberontakan. Di Indonesia, perubahan sosial yang diakibatkan oleh berbagai faktor pertentangan ideologi serta pemberontakan tersebut telah ada buktinya. Sebut saja misalnya konflik pemerintah dengan DI/TII, RMS, PRRI/PERMESTA pada awal kemerdekaan, konflik Pemerintah dengan PKI (Pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965), maupun konflikkonflik mutakhir di jaman reformasi ini seperti konflik di Aceh, Ambon, Poso, Papua, Sampit, dan lain-lain. Berbagai perubahan sosial yang ditimbulkan akibat pertentangan maupun pemberontakan-pemberontakan yang muncul dalam masyarakat Indonesia tersebut telah berdampak buruk, misalnya terhentinya aktivitas perekonomian, inflasi, timbulnya rasa saling curiga, kecemasan, dan lain-lain.Â
   Di dalam jangkauan yang lebih luas, perubahan sosial yang diakibatkan oleh pertentangan politik maupun pemberontakan (revolusi) dalam masyarakat juga pernah terjadi di negara Rusia. Akibat pemberontakan (revolusi) yang terjadi di Rusia tahun 1917 tersebut telah menyebabkan adanya perubahan sosial, yakni terjadinya perubahan bentuk sistem kenegaraan, yang mula-mula negara berbentuk kerajaan yang absolut berubah menjadi negara diktator proletariat yang didasarkan pada ajaran atau doktrin marxisme dan leninisme (komunisme).
3) Terjadi Pemberontakan/Revolusi
   Pemberontakan/revolusi menyebabkan perubahan peta politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh: Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 membawa perubahan dalam sistem politik Indonesia dan dilarangnya ajaran komunis di Indonesia.
4) Berkurangnya Penduduk
   Semakin berkurangnya penduduk menyebabkan pertumbuhan masyarakat secara keseluruhan. Contoh: Perpindahan penduduk dari desa ke kota atau urbanisasi menyebabkan sulitnya mendapatkan tenaga muda di desa.
5) Penemuan Baru
   Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar yang terjadi dalam jangka waktu tertentu tidak terlalu lama disebut penemuan baru atau inovasi. Penemuan baru yang merupakan penyebab perubahan dibedakan menjadi dua, yaitu discovery dan invention.
Discovery adalah suatu penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik alat maupun ide yang diciptakan individu/kelompok individu. Invention adalah suatu penemuan baru yang telah diakui, diterima, dan diterapkan/digunakan masyarakat.
Akibat perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin tinggi dan meluas ternyata berdampak pada penemuan-penemuan baru berupa teknologi canggih, yang kemudian berdampak pula terhadap perubahan kehidupan manusia. Misalnya, jika pada jaman dahulu manusia bertempat tinggal di gua-gua, di rumah-rumah dengan dinding alang-alang, maka pada saat ini manusia tinggal di rumah-rumah yang lebih sehat dengan bermacam-macam model dan gaya. Jika dahulu alat angkut manusia sangat sederhana (misalnya hanya menggunakan tenaga hewan), maka sekarang manusia telah menggunakan alat-alat transportasi mesin, yang sudah super canggih.Â
Adanya penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan, baik itu berupa teknologi maupun berupa gagasangagasan baru yang menyebar ke masyarakat tersebut, akhirnya dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima oleh masyarakat sehingga berdampak pada timbulnya perubahan sosial.
1. Penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan sosial, dapat dibedakan dalam pengertian discovery dan invention.
2. Discovery adalah penemuan kebudayaan baru, baik berupa alat baru atau berupa ide baru yang diciptakan oleh seorang individu.
3. Discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah menerima atau menerapkan penemuan baru itu dalam kehidupannya.
6) Peranan Nilai yang Diubah
   Nilai yang diubah membawa perubahan dalam masyarakat, misal pembudayaan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) di Indonesia mampu mencegah pertambahan penduduk.
7) Peranan Tokoh Kharismatik
   Tokoh kharismatik membawa pengaruh dalam perubahan masyarakat, misalnya pengaruh Nabi Muhammad saw. terhadap umat Islam di seluruh dunia.
B. Faktor dari Luar Masyarakat
   Faktor dari luar masyarakat meliputi sebagai berikut.
1) Pengaruh Lingkungan Alam
   Alam fisik yang subur dan tandus, membawa pengaruh berbeda dalam tingkat kemakmuran masyarakatnya. Contoh: Pengaruh pembangunan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri terhadap masyarakat tani di Sukoharjo dibandingkan sebelum dan sesudah dibangun waduk.
Perubahan sosial budaya dapat juga terjadi karena penyebab alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir besar, angin taufan, dan lainlain. Peristiwa-peristiwa alam semacam itu mungkin dapat menyebabkan bahwa masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru pula. Dengan kejadian semacam itu, kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Misalnya masyarakat petani yang terkena musibah banjir besar, kemudian mereka harus pindah ke suatu daerah yang tidak memungkinkan bagi adanya kegiatan pertanian, maka terpaksa harus menyesuaikan mata pencahariannya menjadi seorang nelayan. Sementara masyarakat di daerah kota yang dilanda dan harus diungsikan ke suatu tempat yang lebih aman, misalnya di daerah transmigrasi, maka harus menyesuaikan kehidupannya, yakni dari kebiasaan hidup di daerah berpenduduk rapat dan ramai kepada kebiasaan hidup di alam pedesaan yang sunyi di daerah transmigrasi. Kejadian-kejadian semacam itu jelas akan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam diri masyarakat tadi, misalnya timbul lembaga-lembaga kemasyarakatan baru seperti pertanian, perkebunan, dan lain-lain.
2) Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
   Kontak kebudayaan antarmasyarakat akan menyebabkan pengaruh positif dan negatif.
Contoh: Kontak kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan barat. Pengaruh positif berupa transformasi iptek, sedangkan pengaruh negatif sikap westernis sekelompok masyarakat Indonesia.
   Adakalanya juga, bahwa dalam proses pertemuan kebudayaan tersebut, tidak terjadi pengaruh sama sekali (baik satu arah ataupun dua arah). Pada pertemuan kedua kebudayaan yang tarafnya seimbang misalnya, kadangkala bisa saling menolak yang mungkin disebabkan karena pada masa lalunya pernah saling terjadi pertentangan fisik yang kemudian dilanjutkan dengan pertentangan non fisik antara kedua masyarakat pendukung masing-masing kebudayaan itu. Keadaan semacam itu dalam sosiologi antropologi dinamakan cultural animosity. Suatu cultural animosity hingga kini ada misalnya antara Surakarta dan Yogyakarta yang dapat dikembalikan pada kejadian-kejadian pada tahun 1755 (Perjanjian Gianti), dan kemudian Perjanjian Salatiga pada tahun 1757. Pertentangan fisik mengawali bentrokan antara kedua belah pihak yang kemudian dilanjutkan dengan pertentangan-pertentangan dalam segi-segi kehidupan lainnya. Walaupun kedua kebudayaan itu memiliki sumber dan dan dasar yang sama, yakni kebudayaan khusus (sub culture) Jawa, namun terjadi pertentangan-pertentangan (perbedaan) misalnya dalam hal corak pakaian, tari-tarian, seni musik tradisional, gelar-gelar kebangsawanan, dan seterusnya.
   Adanya pengaruh dari kebudayaan lain juga dapat menyebabkan terjadinya proses imitasi, yaitu tindakan seseorang untuk meniru orang lain melalui sikap, penampakan, gaya hidupnya atau apa saja yang dimilikinya. Biasanya yang lemah cenderung meniru yang dominan. Proses perubahan dengan cara imitasi, misalnya dapat terjadi apabila ada dua kebudayaan yang saling bertemu, sedangkan salah satu dari kebudayaan tersebut memiliki unsur-unsur yang lebih tinggi (misalnya dalam aspek teknologinya), maka ada kemung-kinan terjadi proses imitasi (peniruan) dari para pendukung kebudayaan yang masih rendah taraf teknologi-nya. Adapun prosesnya, mula-mula unsur-unsur tersebut ditambahkan pada kebudayaannya, akan tetapi lambat laun unsur-unsur kebudayaan mereka yang dirubah dan diganti dengan unsur-unsur kebudayaan asing tersebut. Misalnya, pada saat ini orang-orang Indonesia cenderung untuk memakai pakaian yang bercorak barat, karena dianggap lebih mudah dan praktis. Sedangkan memakai pakaian tradisionalnya jarang sekali, kecuali hanya pada kesempatan-kesempatan tertentu misalnya pada saat upacaraupacara resmi seperti resepsi perkawinan, khitanan, dan lain-lain.
Kontak atau Interaksi antarbudaya tidak selamanya menjamin timbulnya pengaruh satu budaya terhadap budaya lainnya. Suatu masyarakat bisa saja menerima, menolak, atau menyeleksi terlebih dahulu baru kemudian menyerap unsur-unsur budaya luar yang sesuai. Respons psikologis individu terhadap cross-cultural contact ada empat kemungkinan, yaitu:Â
- Passing Typed: menolak kebudayaan yang asli, dan mengadopsi kebudayaan yang baruÂ
- Chauvinist Typed: menolak sama sekali pengaruh budaya asing, dan mempertahankan secara kuat kebudayaan asliÂ
- Marginal Typed: terombang-ambing di antara kebudayaan asli dan kebudayaan asingÂ
- Mediating Typed: selektif, mau menerima dan mengkombinasikan (mensintesiskan) di antara unsur-unsur budaya namun tanpa melalaikan inti budayanya sendiri.
3) Peperangan
   Perang menyebabkan perubahan negatif seluruh aspek kehidupan masyarakat. Contoh: Perang Afganistan yang membawa derita berkepanjangan masyarakat.
Peperangan yang terjadi antara negara (masyarakat) satu dengan negara (masyarakat) lainnya juga dapat menimbulkan berbagai dampak seperti halnya dampak yang ditimbulkan oleh adanya penberontakan dan pertentangan-pertentangan. Akan tetapi dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya peperangan jauh lebih dahsyat, karena peralatan perang biasanya juga lebih canggih. Selain perubahan di bidang sosial, peperangan dengan negara (masyarakat) lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan di bidang kebudayaan, hal ini oleh karena biasanya negara yang menang akan memaksakan kepada negara yang kalah, untuk menerima kebudayaannya yang dianggap lebih tinggi tarafnya. Negaranegara yang kalah perang dalam Perang Dunia II seperti Jerman dan Jepang (Blok Poros/As), harus menerima ide-ide yang dipaksakan dari negara-negara pemenang (Blok Sekutu), sehingga mengalami perubahan-perubahan besar pada masyarakatnya. Jerman misalnya, telah mengalami perubahanperubahan besar menyangkut bidang kenegaraan, yakni dipecahnya negara tersebut menjadi dua yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur (komunis), sebelum akhirnya berhasil dipersatukan kembali menjelang runtuhnya komunisme tahun 1990. Hal tersebut tidak saja mengakibatkan perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di bidang politik dan pemerintahan, akan tetapi juga di bidang-bidang lainnya seperti ekonomi dan militer. Sedangkan di timur, Jepang setelah kalah perang juga mengalami perubahan-perubahan, di mana berkat campur tangan Amerika Serikat Jepang secara berangsur-angsur berubah dari negara agraris-militer ke negara industri yang cukup disegani. Perubahanperubahan yang demikian juga terjadi di Vietnam, Kamboja, Korea, dan lain-lain.