Pokok pembahasan pada tulisan kali ini adalah tentang peristiwa G 30 S-PKI, gerakan 30 September, G 30 S PKI versi Soekarno, G 30 S PKI versi Soeharto, PKI 1965, Korban G 30 S PKI, penghianatan G 30 S PKI, dan peristiwa G 30 S PKI 1965.
Mereka adalah;
Menko Hankam/Kasab Jenderal A.H. Nasution bisa lolos dari upaya penculikan dan pembunuhan itu, meskipun kaki kirinya tertembak.
Namun, putri kesayangannya, Ade Irma Suryani Nasution tewas tertembus peluru pasukan Tjakrabirawa. Empat hari kemudian, mayat mereka ditemukan di sebuah sumur tua di sekitar Lubang Buaya dekat pangkalan Angkatan Udara Halim Perdana kusumah dalam keadaan sudah membusuk.
Alasan yang ia kemukakan antara lain bahwa doktrin komunis adalah perebutan kekuasaan. Strategi dan taktik komunis yang dikembangkan oleh Lenin dan Mao Tse Tung meliputi;
Semenjak tahun 1955 PKI telah berubah menjadi partai dengan massa yang besar dan fanatik, yang telah menyebar di berbagai daerah.
Mereka jugalah yang mendalangi berbagai aksi sepihak yang terjadi di Kediri (Peristiwa Jengkol), Peristiwa Kanigoro, Peristiwa Indramayu, Peristiwa Bandar Betsi, dan berbagai pemogokan serta sabotase kaum buruh.
Akhirnya menurut buku Nasution itu, PKI mengadakan kudeta tanggal 30 September 1965.
Penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira tinggi Angkatan Darat itu dilakukan oleh Resiman Tjakrabirawa (Pasukan Pengawal Kehormatan Istana/Presiden) di bawah pimpinan Letkol Untung Sutopo, Batalion 454, Batalion 530, dan Pemuda Rakyat.
Dugaan adanya kudeta terhadap pemerintahan yang sah itu, menurut Nasution, diperkuat oleh keluarnya pengumuman dari Letkol Untung melalui RRI Jakarta, bahwa ia selaku Komandan Pasukan Tjakrabirawa dengan dalih menyelamatkan presiden dan Republik Indonesia, telah mengadakan Gerakan 30 September untuk menghadapi rencana kudeta Dewan Jenderal. (Dewan Jenderal sendiri menurut Nasution tidak pernah ada).
Setelah pengumuman itu, Bagian Penerangan Gerakan 30 September juga mengeluarkan dekret pertama tentang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia. Dewan ini dimaksudkan sebagai ”sumber daripada segala kekuasaan dalam negara Republik Indonesia”.
Selain itu, dekret tersebut juga menyatakan bahwa Kabinet Dwikora demisioner sehingga perlu dibentuk Dewan Revolusi Indonesia, Dewan Revolusi Provinsi, Dewan Revolusi Kabupaten, Dewan Revolusi Kecamatan, yang terdiri sipil dan militer yang mendukung Gerakan 30 September/PKI.
Demikianlah setelah mendengar dan mengetahui berbagai fakta itu, Nasution menyimpulkan bahwa PKI telah mengadakan kudeta terhadap pemerintahan yang sah dari Republik Indonesia.
Oleh karena itu, ada tiga tugas yang harus dilaksanakan oleh para pimpinan PKI.
Dari ketiga tugas itu, kedekatan PKI dengan Ir. Soekarno yang saat itu memegang semua kekuasaan, membuka peluang yang lebih besar bagi misi perjuangan PKI.
Menurut Nugroho Notosusanto, PKI mengadakan serangkaian rapat maraton pada bulan Agustus–September 1965 dengan tempat yang berpindah-pindah. Beberapa keputusan pentingnya sebagai berikut.
a) Menunjuk satu kompi Tjakrabirawa, dua peleton Brigade Infanteri I, satu batalion pasukan Para Angkatan Udara, dan 2.000 anggota terlatih dari Pemuda Rakyat, Gerwani, dan lainlain, sebagai pelaku dan pendukung serangan.
b) Mengamankan” sejumlah jenderal pada permulaan operasi karena mereka akan menentang operasi.
c) Saat operasi berjalan, pasukan-pasukan Angkatan Darat akan dikerahkan untuk memberi kesan bahwa operasi ini adalah ”semata-mata tindakan intern dalam Angkatan Darat”.
d) Kota Jakarta dibagi dalam berbagai sektor operasional, sementara beberapa bangunan vital seperti istana kepresidenan, stasiun radio, dan pusat telekomunikasi harus diduduki dengan maksud menguasai kota serta penduduknya.
Dalam rapat-rapat yang diadakan di rumah Sam disepakati penggunaan Central Komando (Cenko) dengan pasukan khusus bersenjata meliputi Pasopati, Bimasakti, dan Pringgodani.
Terpilih sebagai ketua Cenko Letkol Untung dengan anggota Kolonel Abdul Latief, Mayor Udara Sujono, Sam, dan Pono.
Kesatuan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief terdiri atas satu kompi dari Batalion Kawal Kehormatan 1 Resimen Tjakrabirawa, Batalion Para 454, Batalion Para 530, dan dua peleton dari Brigade Infanteri 1, Kesatuan Pasukan Para Angkatan Udara, serta kesatuan Kavaleri.
Mereka bertugas menangkap, menculik, atau membunuh para jenderal, untuk dibawa ke Lubang Buaya dan diserahkan kepada kesatuan Pringgodani.
Kesatuan Pringgodani dipimpin oleh Mayor Udara Sujono yang terdiri atas satu Batalion Pasukan Para Angkatan Udara dan kekuatan massa rakyat. Mereka bertugas menjaga pangkalan Lubang Buaya, menguasai logistik, dan menerima jenderal-jenderal yang tertangkap.
Kesatuan Bimasakti dipimpin oleh Kapten Suradi bertugas menduduki instalasi-instalasi vital dan mengelola daerah-daerah yang dikuasai. Mereka terdiri atas tiga kompi dari Batalion Para 454, empat kompi dari Batalion Para 530, dan kekuatan massa dipersenjatai.
Menurut Nugroho Notosusanto, Cenko memutuskan bahwa gerakan tersebut bernama Gerakan 30 September. Dalam briefing tanggal 29 September 1965, gerakan itu diberi nama ”Gerakan 30 September” dan Jam-J adalah pukul 04.00 pagi.
Penyelidikanku yang saksama menunjukkan bahwa peristiwa Gerakan 30 September itu ditimbulkan oleh ”pertemuannya” tiga sebab, yaitu:
a. kebelingernya pimpinan PKI,
b. kelihaian subversi Nekolim, dan
c. memang adanya oknum-oknum yang ”yang tidak benar”.
Sumber: Surat Presiden Soekarno Nomor 01/Pres/67 tanggal 10 Januari 1967 tentang Pelengkap Pidato Nawaksara kepada pimpinan MPRS
Sumber: Pidato Pimpinan Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto tanggal 1 Oktober 1965
Catatan: Kebenaran sejarah ini belum valid, tunggu update selanjutnya!
Baca Juga: Pemberontakan PKI di Madiun
Terjadinya Pemberontakan G 30 S/PKI
Satu fakta sejarah yang tidak terbantahkan oleh siapa pun bahwa pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.30 telah terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat serta seorang pembantu letnan polisi.Mereka adalah;
- Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat),
- Mayor Jenderal R. Soeprapto (Deputi II Men/Pangad),
- Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo (Deputi III Men/Pangad),
- Mayor Jenderal Suwondo Parman (Asisten I Men/Pangad),
- Brigadir Jenderal Donald Izacus Pandjaitan (Asisten IV Men/Pangad),
- Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo (Inspektur Kehakiman Angkatan Darat),
- Letnan Satu Pierre Andreas Tendean (Ajudan Menko Hankam/Kasab), dan
- Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun (Pengawal Wakil Perdana Menteri II dr. J. Leimena).
Pahlawan Revolusi Korban G 30 S PKI |
Menko Hankam/Kasab Jenderal A.H. Nasution bisa lolos dari upaya penculikan dan pembunuhan itu, meskipun kaki kirinya tertembak.
Namun, putri kesayangannya, Ade Irma Suryani Nasution tewas tertembus peluru pasukan Tjakrabirawa. Empat hari kemudian, mayat mereka ditemukan di sebuah sumur tua di sekitar Lubang Buaya dekat pangkalan Angkatan Udara Halim Perdana kusumah dalam keadaan sudah membusuk.
1) PKI adalah Otak dan Pelaku Pemberontakan
Menurut A.H. Nasution dalam bukunya Menegakkan Keadilan dan Kebenaran (Pandji Tertinggi Orde Baru) yang diterbitkan tahun 1967 oleh Penerbit Seruling Masa, otak dan pelaku Gerakan 30 September adalah PKI.Alasan yang ia kemukakan antara lain bahwa doktrin komunis adalah perebutan kekuasaan. Strategi dan taktik komunis yang dikembangkan oleh Lenin dan Mao Tse Tung meliputi;
- strategic defensive dengan membentuk kader-kader dan pemimpin partai, infiltrasi dan penetrasi ke berbagai lembaga dan ormas, memobilisasi gerakan-gerakan;
- strategic stalemate dengan mengadakan perlawanan-perlawanan kecil serta pemberontakan setelah tercipta basis-basis yang kuat;
- strategic offensive terbentuknya suatu pemerintahan transisi yang diwakili semua golongan kaum komunis menduduki/menempati posisi-posisi penting dalam aktivitas negara itu.
Semenjak tahun 1955 PKI telah berubah menjadi partai dengan massa yang besar dan fanatik, yang telah menyebar di berbagai daerah.
Mereka jugalah yang mendalangi berbagai aksi sepihak yang terjadi di Kediri (Peristiwa Jengkol), Peristiwa Kanigoro, Peristiwa Indramayu, Peristiwa Bandar Betsi, dan berbagai pemogokan serta sabotase kaum buruh.
Akhirnya menurut buku Nasution itu, PKI mengadakan kudeta tanggal 30 September 1965.
Penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira tinggi Angkatan Darat itu dilakukan oleh Resiman Tjakrabirawa (Pasukan Pengawal Kehormatan Istana/Presiden) di bawah pimpinan Letkol Untung Sutopo, Batalion 454, Batalion 530, dan Pemuda Rakyat.
Dugaan adanya kudeta terhadap pemerintahan yang sah itu, menurut Nasution, diperkuat oleh keluarnya pengumuman dari Letkol Untung melalui RRI Jakarta, bahwa ia selaku Komandan Pasukan Tjakrabirawa dengan dalih menyelamatkan presiden dan Republik Indonesia, telah mengadakan Gerakan 30 September untuk menghadapi rencana kudeta Dewan Jenderal. (Dewan Jenderal sendiri menurut Nasution tidak pernah ada).
Setelah pengumuman itu, Bagian Penerangan Gerakan 30 September juga mengeluarkan dekret pertama tentang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia. Dewan ini dimaksudkan sebagai ”sumber daripada segala kekuasaan dalam negara Republik Indonesia”.
Selain itu, dekret tersebut juga menyatakan bahwa Kabinet Dwikora demisioner sehingga perlu dibentuk Dewan Revolusi Indonesia, Dewan Revolusi Provinsi, Dewan Revolusi Kabupaten, Dewan Revolusi Kecamatan, yang terdiri sipil dan militer yang mendukung Gerakan 30 September/PKI.
Demikianlah setelah mendengar dan mengetahui berbagai fakta itu, Nasution menyimpulkan bahwa PKI telah mengadakan kudeta terhadap pemerintahan yang sah dari Republik Indonesia.
2) Strategi PKI
Dalam buku Tragedi Nasional Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesia yang diterbitkan Intermasa 1989, Nugroho Notosusanto menyebutkan bahwa PKI-lah yang berada di balik Gerakan 30 September.Oleh karena itu, ada tiga tugas yang harus dilaksanakan oleh para pimpinan PKI.
- Pertama, memperbaiki pengaruh dan kekuasaan mereka di angkatan bersenjata.
- Kedua, bersiap-siap menghadapi saat-saat Presiden Ir. Soekarno tidak berkuasa lagi.
- Ketiga, meneruskan usaha menyebarkan pengaruh mereka di semua sektor masyarakat Indonesia.
Dari ketiga tugas itu, kedekatan PKI dengan Ir. Soekarno yang saat itu memegang semua kekuasaan, membuka peluang yang lebih besar bagi misi perjuangan PKI.
Menurut Nugroho Notosusanto, PKI mengadakan serangkaian rapat maraton pada bulan Agustus–September 1965 dengan tempat yang berpindah-pindah. Beberapa keputusan pentingnya sebagai berikut.
a) Menunjuk satu kompi Tjakrabirawa, dua peleton Brigade Infanteri I, satu batalion pasukan Para Angkatan Udara, dan 2.000 anggota terlatih dari Pemuda Rakyat, Gerwani, dan lainlain, sebagai pelaku dan pendukung serangan.
b) Mengamankan” sejumlah jenderal pada permulaan operasi karena mereka akan menentang operasi.
c) Saat operasi berjalan, pasukan-pasukan Angkatan Darat akan dikerahkan untuk memberi kesan bahwa operasi ini adalah ”semata-mata tindakan intern dalam Angkatan Darat”.
d) Kota Jakarta dibagi dalam berbagai sektor operasional, sementara beberapa bangunan vital seperti istana kepresidenan, stasiun radio, dan pusat telekomunikasi harus diduduki dengan maksud menguasai kota serta penduduknya.
Dalam rapat-rapat yang diadakan di rumah Sam disepakati penggunaan Central Komando (Cenko) dengan pasukan khusus bersenjata meliputi Pasopati, Bimasakti, dan Pringgodani.
Terpilih sebagai ketua Cenko Letkol Untung dengan anggota Kolonel Abdul Latief, Mayor Udara Sujono, Sam, dan Pono.
Kesatuan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief terdiri atas satu kompi dari Batalion Kawal Kehormatan 1 Resimen Tjakrabirawa, Batalion Para 454, Batalion Para 530, dan dua peleton dari Brigade Infanteri 1, Kesatuan Pasukan Para Angkatan Udara, serta kesatuan Kavaleri.
Mereka bertugas menangkap, menculik, atau membunuh para jenderal, untuk dibawa ke Lubang Buaya dan diserahkan kepada kesatuan Pringgodani.
Kesatuan Pringgodani dipimpin oleh Mayor Udara Sujono yang terdiri atas satu Batalion Pasukan Para Angkatan Udara dan kekuatan massa rakyat. Mereka bertugas menjaga pangkalan Lubang Buaya, menguasai logistik, dan menerima jenderal-jenderal yang tertangkap.
Kesatuan Bimasakti dipimpin oleh Kapten Suradi bertugas menduduki instalasi-instalasi vital dan mengelola daerah-daerah yang dikuasai. Mereka terdiri atas tiga kompi dari Batalion Para 454, empat kompi dari Batalion Para 530, dan kekuatan massa dipersenjatai.
Menurut Nugroho Notosusanto, Cenko memutuskan bahwa gerakan tersebut bernama Gerakan 30 September. Dalam briefing tanggal 29 September 1965, gerakan itu diberi nama ”Gerakan 30 September” dan Jam-J adalah pukul 04.00 pagi.
G 30 S PKI Versi Soekarno
”Saya selalu memakai kata Gestok. Pembunuhan kepada jenderal-jenderal dan ajudanajudan serta pengawal-pengawal terjadi pada 1 Oktober pagi-pagi sekali. Saya menyebutnya ”Gerakan Satu Oktober”, singkatnya Gestok.Penyelidikanku yang saksama menunjukkan bahwa peristiwa Gerakan 30 September itu ditimbulkan oleh ”pertemuannya” tiga sebab, yaitu:
a. kebelingernya pimpinan PKI,
b. kelihaian subversi Nekolim, dan
c. memang adanya oknum-oknum yang ”yang tidak benar”.
Sumber: Surat Presiden Soekarno Nomor 01/Pres/67 tanggal 10 Januari 1967 tentang Pelengkap Pidato Nawaksara kepada pimpinan MPRS
G 30 S PKI Versi Soeharto
”Apa yang menamakan dirinya ”Gerakan 30 September” telah membentuk apa yang mereka sebut Dewan Revolusi Indonesia. Mereka telah mengambil kekuasaan Negara atau lazimnya disebut coup dari tangan PYM Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno dan melempar Kabinet Dwikora ke kedudukan demisioner, di samping mereka telah menculik beberapa Perwira Tinggi AD. Dengan demikian, jelaslah bahwa tindakan-tindakan mereka itu kontra revolusioner yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya.Sumber: Pidato Pimpinan Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto tanggal 1 Oktober 1965
Catatan: Kebenaran sejarah ini belum valid, tunggu update selanjutnya!
Baca Juga: Pemberontakan PKI di Madiun