Pokok-pokok pembahasan kali ini adalah tentang sebab-sebab runtuhnya orde baru, penyebab terjadinya gerakan reformasi atau penyebab lahirnya gerakan reformasi sekaligus kronologi jatuhnya pemerintahan orde baru, tuntutan reformasi 1998.
Kekecewaan rakyat itu menimbulkan sikap ketidakpuasan yang pada akhirnya melahirkan suatu gerakan yang dinamakan gerakan reformasi. Nah, kamu sekarang akan mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gerakan atau tuntutan reformasi di Indonesia.
Secara umum latar belakang munculnya reformasi adalah adanya ketidakadilan dan penyelewengan dalam pelaksanaan pemerintahan pada masa Orde Baru. Ketidakadilan dan penyelewengan itu terjadi di bidang politik, ekonomi, serta hukum.
Di semua bidang ini sering terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal itu terjadi karena Pancasila dan UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
Demikianlah Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Tuntutan Reformasi;
Khusus pemilu tahun 1971 diikuti oleh sepuluh organisasi peserta pemilu. Pemilu-pemilu selanjutnya mengikutsertakan kontestan pemilu dua partai politik (Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan Golkar (Golongan Karya).
Dari keseluruhan pemilu yang dilaksanakan, Golkar selalu berhasil mendominasi. Hal itu dapat dicapai karena semua elemen pemerintah (pegawai negeri) diharuskan memberikan suaranya kepada Golkar.
Bahkan, sejak pertengahan tahun 1996 pemerintah berusaha menjadikan Golkar sebagai single majority (mayoritas tunggal). Keadaan ini semakin diperparah dengan kemenangan Golkar yang hampir mutlak pada tahun 1997.
Pembangunan hanya dinikmati oleh sebagian kecil dari masyarakat. Beberapa ada daerah tetap miskin meskipun daerah di luar Jawa tersebut menjadi penyumbang devisa yang besar. Contoh daerah-daerah ini antara lain Kalimantan Timur, Riau, Papua, dan Nanggroe Aceh Darussalam.
Penurunan nilai kurs ini menyebabkan nilai utang luar negeri Indonesia yang sudah jatuh tempo membengkak. Ternyata, tidak hanya penyakit yang dapat menular. Jatuhnya nilai kurs baht tersebut selanjutnya menular di seluruh kawasan Asia Timur (Asia Tenggara).
Akibat penerapan sistem ini, kemampuan unsur-unsur masyarakat dan bangsa diabaikan. Penerapan pola ini menyuburkan hubungan-hubungan yang tidak wajar dalam perilaku politik, ekonomi, sosial, serta budaya dalam masyarakat dan negara.
Pola parternalistik biasanya menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sementara itu hubungan yang berpangkal pada satu figur kekuasaan (presiden) menimbulkan penilaian bahwa presiden merupakan pencerminan dari sistem itu sendiri.
Namun, pada kenyataannya hal itu berlaku di Indonesia. Padahal kemungkinan besar apabila figur tunggal kekuasaan itu jatuh, sistem itu akan jatuh mengikutinya pula. Hal itu terbukti dengan kasus di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru.
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Tuntutan Reformasi
Kejayaan pemerintahan Orde Baru ternyata tidak berlangsung selamanya. Pada perjalanan pemerintahannya, Orde Baru sering melakukan penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan itu tentu membuat rakyat kecewa.Kekecewaan rakyat itu menimbulkan sikap ketidakpuasan yang pada akhirnya melahirkan suatu gerakan yang dinamakan gerakan reformasi. Nah, kamu sekarang akan mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gerakan atau tuntutan reformasi di Indonesia.
Secara umum latar belakang munculnya reformasi adalah adanya ketidakadilan dan penyelewengan dalam pelaksanaan pemerintahan pada masa Orde Baru. Ketidakadilan dan penyelewengan itu terjadi di bidang politik, ekonomi, serta hukum.
Di semua bidang ini sering terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal itu terjadi karena Pancasila dan UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
Gerakan Reformasi |
Demikianlah Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Tuntutan Reformasi;
1) Dominasi Golongan Karya dalam Perpolitikan Nasional
Pemilu dimaksudkan untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, menyalurkan aspirasi warga negara, dan sebagai sarana menegakkan demokrasi. Pada masa Orde Baru telah berlangsung enam kali pemilihan umum, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.Khusus pemilu tahun 1971 diikuti oleh sepuluh organisasi peserta pemilu. Pemilu-pemilu selanjutnya mengikutsertakan kontestan pemilu dua partai politik (Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan Golkar (Golongan Karya).
Dari keseluruhan pemilu yang dilaksanakan, Golkar selalu berhasil mendominasi. Hal itu dapat dicapai karena semua elemen pemerintah (pegawai negeri) diharuskan memberikan suaranya kepada Golkar.
Bahkan, sejak pertengahan tahun 1996 pemerintah berusaha menjadikan Golkar sebagai single majority (mayoritas tunggal). Keadaan ini semakin diperparah dengan kemenangan Golkar yang hampir mutlak pada tahun 1997.
2) Tidak Meratanya Hasil-Hasil Pembangunan
Bagaimana cara pemerintah dalam meratakan hasil-hasil pembangunan? Pemerintah Orde Baru lebih banyak memusatkan pembangunannya di daerah Pulau Jawa. Sementara daerah luar Pulau Jawa kurang mendapatkan perhatian.Pembangunan hanya dinikmati oleh sebagian kecil dari masyarakat. Beberapa ada daerah tetap miskin meskipun daerah di luar Jawa tersebut menjadi penyumbang devisa yang besar. Contoh daerah-daerah ini antara lain Kalimantan Timur, Riau, Papua, dan Nanggroe Aceh Darussalam.
3) Munculnya Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 dipicu dengan munculnya krisis keuangan. Awal terjadinya krisis dimulai dengan jatuhnya nilai tukar baht (mata uang Thailand) terhadap dolar Amerika.Penurunan nilai kurs ini menyebabkan nilai utang luar negeri Indonesia yang sudah jatuh tempo membengkak. Ternyata, tidak hanya penyakit yang dapat menular. Jatuhnya nilai kurs baht tersebut selanjutnya menular di seluruh kawasan Asia Timur (Asia Tenggara).
4) Rapuhnya Sistem Kekuasaan Orde Baru
Orde Baru menerapkan pola kekuasaan yang sentralistikmiliteristik. Hal itu dilakukan untuk menjaga status quo pemerintah sehingga seluruh unsur-unsur masyarakat dan bangsa sangat tergantung kepada negara.Akibat penerapan sistem ini, kemampuan unsur-unsur masyarakat dan bangsa diabaikan. Penerapan pola ini menyuburkan hubungan-hubungan yang tidak wajar dalam perilaku politik, ekonomi, sosial, serta budaya dalam masyarakat dan negara.
Pola parternalistik biasanya menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sementara itu hubungan yang berpangkal pada satu figur kekuasaan (presiden) menimbulkan penilaian bahwa presiden merupakan pencerminan dari sistem itu sendiri.
Namun, pada kenyataannya hal itu berlaku di Indonesia. Padahal kemungkinan besar apabila figur tunggal kekuasaan itu jatuh, sistem itu akan jatuh mengikutinya pula. Hal itu terbukti dengan kasus di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru.