Berdasarkan pengertian di atas, maka peran sosial mencakup tiga hal yaitu:
- Peran meliputi norma-norma, karena peran merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat .
- Peran adalah konsep tentang apa yang harus dilakukan oleh individu dalam masyarakat dan meliputi tuntutan-tuntutan perilaku dari masyarakat terhadap seseorang.
- Peran merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Contoh peran sosial dalam kehidupan sehari-hari, misalnya Pak Edi adalah orang yang berstatus sosial sebagai guru. Pada diri Pak Edi akan memiliki peran yang berkaitan dengan tugasnya sebagai seorang guru. Peran yang berbeda akan Pak Edi jalankan saat ia harus menyandang status sosial sebagai kepala keluarga. Ia harus mengatur bagaimana kehidupan di rumah yang berbeda dengan tata kehidupan di sekolah. Jadi, pada diri seseorang dapat memiliki berbagai peran sosial yang berbeda-beda pada saat bersamaan. Contoh lainnya dalam suatu acara arisan keluarga, seseorang dapat sekaligus menyandang peran yang berbeda, yaitu sebagai ketua arisan, suami, ayah, paman, adik, kakek, dan sebagainya.
Berikut merupakan contoh bentuk peran-peran masyarakat dalam program pembangunan.
Peran Pekerja Sosial dalam Community Development
   Di masa lalu, pendekatan pembangunan yang sering dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat senantiasa berporos pada pertumbuhan ekonomi yang sentralistis dan bersifat top down. Dalam pendekatan yang demikian, masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan tidak dilibatkan dan bahkan diasingkan dari proses pembangunan yang sesungguhnya terkait dengan hajat hidup mereka. Dimensi partisipatif dari pembangunan telah diabaikan. Masyarakat tidak dipandang sebagai aktor yang memiliki potensi dan kemampuan dalam mengembangkan kualitas hidupnya. Mereka sering dianggap hanya sebagai penerima pasif dari berbagai ragam kegiatan pembangunan. Mereka
dipinggirkan atas nama pembangunan.
Community Development atau Pengembangan Masyarakat (PM) kini semakin populer sebagai salah satu pendekatan pembangunan yang berwawasan lokal, partisipatif, dan edukatif. Secara akademis, PM dikenal sebagai salah satu metode pekerjaan sosial (social work) yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Menurut Johnson (1984), PM merupakan spesialisasi atau setting praktek pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro practice).
Community development atau pengembangan masyarakat merupakan salah satu pendekatan pembangunan yang berwawasan lokal, partisipatif, dan edukatif dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dengan mengoptimalkan potensipotensi mendorong masyarakat dan adanya partisipasi sosial.
Secara umum, PM meliputi perencanaan, pengkoordinasian, dan pengembangan berbagai aktivitas pembuatan program atau proyek kemasyarakatan. Dalam praktiknya, PM melibatkan beberapa aktor, seperti pekerja sosial, masyarakat setempat, lembaga donor serta instansi terkait yang saling berkerjasama mulai dari perancangan, pelaksanaan, sampai evaluasi terhadap program atau proyek tersebut.
Sesuai dengan makna pekerjaan sosial, yakni membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri, maka PM sangat memperhatikan pentingnya partisipasi sosial dan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, peran pekerja sosial dalam PM berpusat pada tiga visi yang dapat diringkas menjadi 3P, yaitu pelaksanaan (enabling), pendukung (supporting), dan pelindung (protecting). Prinsip utama peran ini adalah âmaking the best of the clientâs resourcesâ (pemberdayaan sumber daya konsumen). Klien dan lingkungannya dipandang sebagai sistem yang dinamis dan potensial dalam proses pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan sosial.
Sebagaimana dinyatakan oleh Payne (1986 : 26) : pada saat seorang pekerja sosial mencoba untuk membantu seseorang, ia akan mulai dari keadaan yang mengandung beberapa hal positif dari kehidupan. Masyarakat dan lingkungan sekitarnya yang akan membantu untuk maju, seperti halnya permasalahan atau hambatan yang mereka coba untuk selesaikan. Bagian dari pekerjaan sosial adalah menemukan hal-hal yang baik dan membantu masyarakat untuk mengambil manfaat dari hal-hal tersebut.
Ada beberapa peran yang dapat dimainkan pekerja sosial dalam PM. Empat peran di bawah ini sangat relevan diketahui oleh para pekerja sosial yang akan melakukan PM. Peran-peran tersebut meliputi:
a. Fasilitator
   Dalam pelaksanaan pekerjaan sosial, peranan fasilitator sering disebut sebagai pelaksanaan (enabler). Peran sebagai pelaksana atau fasilitator bertujuan untuk membantu masyarakat dan orang-orang atau kelompokkelompok dalam masyarakat agar mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Menurut Barver strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi pemberian harapan, pengurangan penolakan, dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan potensi-potensi sosial, serta pemilahan masalah menjadi beberapa bagian, sehingga lebih mudah dipecahkan dan pemeliharaan dapat lebih fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya.
Pengertian ini didasari oleh visi (pandangan) dari pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha masyarakat sendiri. Sedangkan peran pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan masyarakat mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
b. Broker (penghubung)
   Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang broker berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut, sehingga klien dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Pada saat klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya sehari-hari. Dalam konteks PM, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam PM terdapat klien atau konsumen. Namun demikian, pekerja sosial melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan sosial (masyarakat). Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya merupakan aspek penting dalam memenuhi keinginan masyarakat dalam memperoleh manfaat (keuntungan) yang maksimal.
Ada tiga tugas utama dalam melakukan peranan sebagai broker yaitu:
- mengidentifikasi dan pemetakan sumbersumber kemasyarakatan yang tepat,
- menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten, dan
- mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan klien.
Peranan sebagai broker pada prinsipnya adalah menghubungkan klien dengan barang-barang dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan (linking), barang-barang dan jasa (goods and services), dan pengontrolan kualitas (quality control).
- Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, ia juga harus memperkenalkan masyarakat terhadap sumber sosial, tindak lanjut, pendistribusian sumber, dan menjamin bahwa barang-barang dan jasa dapat diterima oleh masyarakat.
- Goods and Services, meliputi sesuatu yang nyata seperti makanan, uang, pakaian, perumahan, dan obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, misalnya perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, dan pengasuhan anak.
- Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga dapat memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
c. Mediator
   Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan sosialnya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konÆik antara berbagai pihak. Pekerja sosial berperan sebagai âkekuatan ketigaâ untuk menjembatani antara anggota kelompok dengan sistem lingkungan yang menghambatnya.Â
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediatormeliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konÆik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai âsolusi menang-menangâ (win-win solution). Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam melakukan peran mediator antara lain mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik, membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak lain, membantu mengidentiÅ¿kasi kepentingan bersama, memetakkan keretakan konflik kedalam isu, waktu, dan tempat yang spesiÅ¿k, memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau berbicara satu sama lain.
d. Pembela
   Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu advokasi kasus (case advocacy) dan advokasi kelas (class advocacy). Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kelas terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.
Beberapa strategi dalam melakukan peran pembela adalah keterbukaan (membiarkan berbagai pandangan untuk didengar), perwakilan luas (mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan), keadilan (kesetaraan atau kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan perbandingan, pengurangan permusuhan, dan mengembangkan keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan, informasi (menyajikan masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis), pendukungan (mendukung patisipasi secara luas), kepekaan (mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan, dan peka terhadap minatminat dan posisi-posisi orang lain).
e. Pengetahuan dan keterampilan
   Agar peran di atas dapat dijalankan dengan baik, sedikitnya ada dua pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial, yaitu:
1) pengetahuan dan keterampilan memperkirakan kebutuhan masyarakat (community needs assessment), yang meliputi:Â
- jenis dan tipe kebutuhan,
- distribusi kebutuhan,Â
- kebutuhan akan pelayanan,Â
- pola-pola penggunaan pelayanan, danÂ
- hambatan-hambatan dalam menjangkau pelayanan.
2) pengetahuan dan keterampilan membangun hubungan dan jaringan antarorganisasi, yang mencakup:Â
- kebijakan-kebijakan setiap lembaga,
- peranan lembaga-lembaga,Â
- potensi dan hambatan setiap lembaga,
- metode partisipatif dalam memecahkan masalah sosial masyarakat, danÂ
- prosedur pelayanan.
Konflik Peran Sosial
   Pada saat menjalankan peran sosialnya, seseorang sering mengalami konflik. Konflik peran akan timbul ketika seseorang harus berperilaku yang berbeda karena status sosial yang disandangnya berlawanan. KonÆik peran dapat menjadi perang batin dalam diri seseorang dan sulit dicari jalan keluarnya, karena merasa dirinya tidak sesuai untuk melaksanakan peran yang diberikan oleh masyarakat kepada dirinya. Dengan demikian, ia tidak melaksanakan perannya secara sempurna atau bahkan cenderung menyembunyikan dirinya apabila dia berada dalam lingkaran sosial yang berbeda. Contohnya seorang polisi ketika harus mengadili anaknya sendiri yang melanggar peraturan. Statusnya sebagai polisi mengharuskan dia menegakkan hukum bagi para pelanggar aturan. Di sisi lain ia adalah seorang ayah yang harus melindungi anaknya, sehingga ia akan mengalami konÆik peran yang tentunya sulit untuk memilih peran mana yang harus diutamakan.