Proses Terjadinya Perubahan Sosial Lengkap (Ciri-Ciri, Difusi, Akulturasi, Asimilasi, Akomodasi, DLL)

Proses Terjadinya Perubahan Sosial Lengkap (Ciri-Ciri, Difusi, Akulturasi, Asimilasi, Akomodasi, DLL)

Perubahan sosial merupakan suatu proses yang selalu terjadi dalam setiap kehidupan. Suatu proses perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu tidak mungkin berhenti pada satu titik karena perubahan di bidang lain akan segera mengikutinya. Hal ini disebabkan struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya saling terjalin. Misalnya, apabila suatu negara mengubah undangundang atau bentuk pemerintahannya, perubahan yang kemudian terjadi tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga politik. 

Proses Terjadinya Perubahan Sosial Lengkap
Menurut Alvin L. Bertrand (sebagaimana dikutip Arif Rohman, 2002), proses awal perubahan sosial adalah adanya komunikasi. Melalui kontak dan komunikasi, unsur-unsur kebudayaan baru dapat menyebar baik berupa ide-ide, gagasan, keyakinan, maupun kebendaan.

Dewasa ini proses-proses perubahan sosial dapat diketahui dengan adanya ciri-ciri tertentu, antara lain sebagai berikut.

  1. Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang karena setiap masyarakat akan mengalami perubahan, baik yang terjadi secara lambat maupun secara cepat.
  2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembagalembaga sosial lainnya. Lembaga-lembaga sosial tadi sifatnya interdependen sehingga sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan proses-proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai.
  3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai lain yang baru.
  4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan dan timbal balik yang sangat kuat.

Proses perubahan sosial dapat terjadi melalui difusi, akulturasi, asimilasi, dan akomodasi.
1. Difusi
    Difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang meliputi ide-ide, keyakinan, hasil-hasil kebudayaan, dan sebagainya dari individu ke individu lain, dari suatu golongan ke golongan lain dalam suatu masyarakat atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Merujuk pada pengertian difusi di atas, maka kita dapat membedakan dua macam difusi, yaitu difusi intramasyarakat dan difusi antarmasyarakat.
a. Difusi intramasyarakat (intrasociety diffusion) adalah difusi unsur kebudayaan antarindividu atau golongan dalam suatu masyarakat. Difusi intramasyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.

  • Adanya suatu pengakuan bahwa unsur baru tersebut mempunyai banyak kegunaan.
  • Ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi diterima atau tidaknya unsur yang lain.
  • Unsur baru yang berlawanan dengan unsur lama kemungkinan besar tidak akan diterima.
  • Kedudukan dan peranan sosial dari individu yang menemukan sesuatu yang baru tadi akan dengan mudah diterima atau tidak.
  • Pemimpin atau penguasa dapat membatasi proses difusi tersebut.

b. Difusi antarmasyarakat (intersociety diffusion) adalah difusi unsur kebudayaan dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Faktor-faktor yang memengaruhi difusi antarmasyarakat adalah sebagai berikut.

  • Adanya kontak antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.
  • Kemampuan untuk mendemonstrasikan manfaat penemuan baru tersebut.
  • Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut.
  • Ada tidaknya unsur kebudayaan lain yang menyaingi unsur penemuan baru tersebut.
  • Peranan masyarakat dalam menyebarkan penemuan baru tersebut.
  • Paksaan untuk menerima unsur baru tersebut.
Proses perubahan sosial yang dapat terjadi melalui difusi

Sementara itu, masuknya unsur-unsur baru ke dalam suatu masyarakat melalui difusi dapat dilakukan dengan cara perembesan damai, perembesan dengan kekerasan, dan simbiotik.

  • Perembesan damai (penetration passifique) adalah masuknya unsur baru ke dalam suatu masyarakat tanpa menggunakan kekerasan dan paksaan. Namun demikian, cara ini justru mengakibatkan masyarakat yang menerima semakin maju. Contohnya pengenalan internet sebagai alat komunikasi dan informasi yang disambut baik oleh masyarakat.
  • Perembesan dengan kekerasan (penetration violente) adalah masuknya unsur baru ke dalam suatu masyarakat yang diwarnai dengan penggunaan kekerasan dan paksaan, sehingga merusak kebudayaan masyarakat penerima. Contohnya penaklukan bangsa lain melalui penjajahan.
  • Simbiotik adalah proses masuknya unsur-unsur kebudayaan ke atau dari dalam masyarakat yang hidup berdampingan.

Ada tiga macam proses simbiotik, yaitu mutualistik, komensalistik, dan parasitistik.

  1. Mutualistik adalah simbiose yang saling menguntungkan.
  2. Komensalistik adalah simbiose di mana satu pihak merasa diuntungkan dan pihak lain merasa tidak diuntungkan, namun juga tidak dirugikan.
  3. Parasitistik adalah simbiose di mana satu pihak mendapatkan keuntungan dan pihak lain menderita kerugian.


2. Akulturasi
    Istilah akulturasi dapat diartikan sebagai proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan sendiri.
Proses akulturasi berjalan sangat cepat atau lambat sangat tergantung persepsi masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk. Apabila masuknya melalui proses pemaksaan, maka akulturasi memakan waktu yang relatif lama. Sebaliknya, apabila masuknya melalui proses damai, maka akulturasi tersebut akan berlangsung relatif lebih cepat.

Akulturasi sebagai proses perubahan sosial

Di samping pengertian di atas, ada beberapa pandangan dari para ahli mengenai akulturasi, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Redfield, Linton, dan Herskovits, merumuskan bahwa akulturasi meliputi suatu fenomena yang timbul sebagai akibat adanya kontak secara langsung dan terus-menerus antara kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan adanya perubahan kebudayaan asli dari kedua masyarakat yang bersangkutan.
  2. A.L. Kroeber, mendefinisikan akulturasi sebagai salah satu bentuk perubahan kebudayaan yang disebabkan pengaruh dari luar. Pengaruh itu bisa berjalan secara timbal balik atau hanya satu pihak saja. Suatu akulturasi dapat terjadi apabila di antara keduanya memiliki hubungan yang sangat erat, serta menunjukkan adanya saling membutuhkan untuk kemudian dijadikan bagian dari kebudayaan masing-masing.
  3. J.L. Gillin dan J.P. Gillin, menjelaskan bahwa akulturasi adalah suatu proses di mana masyarakat yang berbeda-beda dalam kebudayaannya itu mengalami perubahan dengan adanya kontak langsung dan lama, akan tetapi tidak sampai pada percampuran yang menyeluruh dari dua kebudayaan tersebut.
  4. Koentjaraningrat, mengatakan bahwa proses akulturasi itu timbul apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaannya dihadapkan dengan unsur kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehingga unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan sendiri. 

Akulturasi dapat terwujud melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam, di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Kontak budaya bisa terjadi antara seluruh anggota masyarakat atau sebagian saja, bahkan hanya individu-individu dari dua masyarakat. Adapun unsur kebudayaan yang dijadikan bahan akulturasi berbeda-beda bentuknya. Contohnya kontak budaya dalam bidang keagamaan.
  • Kontak budaya dapat berjalan melalui perdamaian antara dua kelompok masyarakat yang bersahabat, maupun melalui permusuhan antarkelompok.
  • Kontak budaya dapat timbul di antara masyarakat yang mempunyai kekuasaan, baik dalam bidang politik maupun ekonomi pada masyarakat yang dikuasai.
  • Kontak kebudayaan antara dua masyarakat dapat berlangsung dalam kadar keterpengaruhan yang sama besar, maupun berbeda besarnya. Hal itu disebabkan karena kedua budaya itu mempunyai perbedaan dalam kekuatannya.
  • Kontak budaya dapat terjadi melalui aspek-aspek materiil maupun nonmateriil dari suatu kebudayaan yang sederhana kepada kebudayaan yang lebih kompleks yang satu dengan kebudayaan yang kompleks lainnya.

3. Asimilasi
    Asimilasi merupakan proses sosial tingkat lanjut yang timbul apabila terdapat golongan-golongan manusia yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling berinteraksi dan bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang lama, dan kebudayaan-kebudayaan dari golongangolongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas menjadi unsur-unsur kebudayaan yang baru, yang berbeda dengan aslinya. Dengan demikian akan muncul kebudayaan baru yang merupakan kebudayaan campuran di antara golongan-golongan yang saling bertemu itu. Pada dasarnya asimilasi dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi perbedaan antarindividu atau antarkelompok guna mencapai satu kesepakatan berdasarkan kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Sementara itu Koentjaraningrat berpendapat bahwa proses asimilasi akan timbul jika ada kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan saling berinteraksi secara langsung dan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, sehingga kebudayaan masing-masing kelompok berubah dan saling menyesuaikan diri.

Proses Terjadinya Perubahan Sosial asimilasi

4. Akomodasi
    Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin, akomodasi diartikan sebagai suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubunganhubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di mana makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Dengan demikian akomodasi merupakan suatu keadaan yang menunjuk didapatinya keseimbangan dalam hubungan-hubungan sosial antara perorangan dan kelompokkelompok orang sehubungan dengan norma-norma dan nilainilai yang berlaku di masyarakat.

Berdasarkan beberapa hal tersebut, proses-proses perubahan sosial yang menyangkut penyesuaian masyarakat terhadap perubahan, saluran-saluran perubahan, disorganisasi, dan reorganisasi adalah sebagai berikut.
1. Penyesuaian Masyarakat terhadap Perubahan
    Keserasian atau harmoni dalam masyarakat (social equilibrium) merupakan keadaan yang diinginkan setiap masyarakat. Keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan ketika lembagalembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Dalam keadaan demikian, individu secara psikologis merasakan akan adanya ketenteraman karena tidak adanya pertentangan dalam norma-norma dan nilai-nilai. Setiap kali terjadi gangguan terhadap kehidupan, masyarakat dapat menolaknya atau mengubah susunan lembaga-lembaga kemasyarakatannya dengan maksud menerima unsur yang baru. Akan tetapi, kadang unsur yang baru dipaksakan masuknya oleh suatu kekuatan. Jika masyarakat tidak dapat menolaknya karena unsur baru tersebut tidak menimbulkan kegoncangan, pengaruhnya tetap ada, tetapi sifatnya dangkal dan terbatas pada bentuk luarnya.

Penyesuaian Masyarakat terhadap Perubahan

Norma-norma dan nilai-nilai sosial tidak akan terpengaruh olehnya dan dapat berfungsi secara wajar.
Kadang unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan secara bersamaan memengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula pada warga masyarakat. Hal itu berarti ada gangguan yang terus-menerus terhadap keserasian masyarakat. Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan di antara para warga tidak mempunyai saluran pemecahan. Apabila ketidakserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu perubahan, keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Jika sebaliknya yang terjadi, dinamakan ketidakpenyesuaian sosial (maladjustment) yang mungkin mengakibatkan terjadinya anomie.
Suatu perbedaan dapat diadakan antara penyesuaian dari lembagalembaga kemasyarakatan dan penyesuaian dari individu yang ada dalam masyarakat tersebut. Peranan keluarga-keluarga besar atau masyarakat hukum adat semakin berkurang. Kesatuan-kesatuan kekeluargaan besar atas dasar ikatan atau kesatuan wilayah tempat tinggal terpecah menjadi kesatuan-kesatuan kecil. Misalnya, dalam tradisi di Minangkabau, wanita mempunyai kedudukan penting karena garis keturunan yang matrilineal, terlihat adanya suatu kecenderungan hubungan antara anggota keluarga batih lebih erat. Hubungan antara anak-anak dan ayahnya yang semula dianggap tidak mempunyai kekuasaan apa-apa
terhadap anak-anak karena ayah dianggap sebagai orang luar, cenderung bergeser. Pendidikan anak-anak yang sebelumnya dilakukan oleh keluarga ibu diserahkan kepada ayah. Jika seorang individu tidak ingin mengalami tekanan-tekanan psikologis, harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Saluran-Saluran Perubahan Sosial
    Saluran-saluran perubahan sosial merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya, saluran-salurantersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, atau rekreasi. Lembaga kemasyarakatan yang menjadi titik tolak, bergantung pada fokus kebudayaan masyarakat pada suatu masa yang tertentu. Lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat cenderung untuk menjadi saluran utama perubahan sosial. Perubahan lembaga kemasyarakatan tersebut akan membawa akibat pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya karena lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu sistem yang terintegrasi.

Saluran-Saluran Perubahan Sosial

Lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut merupakan suatu struktur apabila mencakup hubungan antara lembagalembaga kemasyarakatan yang mempunyai pola-pola tertentu dan keserasian tertentu. Misalnya, pada 17 Agustus 1945 saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang merupakan kali pertama terjadinya perubahan pada struktur pemerintahan dari jajahan menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Hal ini menjalar ke lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Misalnya, dalam bidang pendidikan, tidak ada lagi diskriminasi antara golongan-golongan, seperti pada zaman penjajahan. Setiap orang boleh memilih pendidikan macam apapun yang disukai. Perubahan tersebut berpengaruh pada sikap dan pola perilaku serta nilai-nilai masyarakat Indonesia. Saluran tersebut berfungsi agar sesuatu perubahan dikenal, diterima, diakui, serta dipergunakan oleh khalayak ramai, atau mengalami proses institutionalization (pelembagaan). Jika lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai suatu sistem sosial digambarkan, coraknya adalah sebagai berikut.
3. Disintegrasi dan Reintegrasi
    Perubahan sosial dapat mengakibatkan terjadinya proses disintegrasi atau perpecahan. Disintegrasi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Soekanto, disintegrasi disebut juga disorganisasi, yaitu suatu proses pudarnya norma-norma dan nilainilai dalam masyarakat yang disebabkan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Proses perubahan sosial akan menyebabkan nilai dan norma masyarakat menjadi tergeser atau berubah. Dengan demikian, gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi pada awalnya dimulai dari hal-hal sebagai berikut.

  • Tidak ada lagi kesepakatan anggota kelompok mengenai tujuan sosial yang hendak dicapai yang semula menjadi pegangan kelompok tersebut.
  • Norma-norma sosial tidak lagi membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan yang disepakati.
  • Norma-norma dalam kelompok yang dihayati oleh setiap anggota dianggap tidak sesuai lagi.
  • Sanksi sudah lemah, bahkan sudah tidak dilaksanakan secara konsekuen. Sanksi yang dikenakan pada orang yang melanggar norma dianggap sudah tidak berlaku.
  • Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat sudah bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Disintegrasi atau disorganisasi merupakan proses pembentukan nilai-nilai baru, baik yang akan mengurangi ikatan dalam masyarakat itu sendiri maupun integrasi masyarakat yang pada akhirnya bergantung pada keinginan masyarakat. Adanya disintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat harus diimbangi dengan reintegrasi yang bertujuan untuk mengembalikan keadaan yang diinginkan sesuai dengan tujuan persatuan dan keutuhan masyarakat. Menurut Soekanto, reintegrasi atau reorganisasi adalah proses pembentukan kembali norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Reintegrasi terlaksana apabila norma-norma atau nilai-nilai baru telah melembaga (institutionalized) dalam diri warga masyarakat.
Pada dasarnya, setiap perubahan bisa mengakibatkan terjadinya perbedaan tanggapan atau penafsiran. Hal tersebut berakibat tidak sedikit terjadinya reaksi terhadap suatu perubahan. Jika perubahan tersebut dapat menumbuhkan kepentingan kesatuan nasional, masyarakat pelu diberi pemahaman tentang reintegrasi atau reorganisasi yang tepat, seperti hal-hal berikut ini.

  • Menanamkan kesadaran akan pentingnya berbangsa dan bertanah air.
  • Perundingan apabila terdapat pihak-pihak yang melakukan reaksi keras (pergolakan).
  • Melalui saluran hukum terhadap mereka yang menyimpang.
  • Menggunakan saluran militer untuk memadamkannya apabila terjadi pergolakan mengarah pada pemberontakan.
Disintegrasi dan Reintegrasi proses perubahan sosial

Perubahan sosial ditandai dengan semakin berkembangnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga setiap kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak selamanya diterima masyarakat. Kadang-kadang masyarakat menolak suatu kebijaksanaan apabila dianggap merugikan atau terlalu memberatkan masyarakat. Misalnya, kenaikan harga barang yang diakibatkan oleh naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Penolakan dapat pula berupa protes dan demontrasi. Contohnya, demo yang dilakukan oleh karyawan di beberapa perusahaan yang menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Kadangkala aksi protes dan demonstrasi juga dilakukan oleh mahasiswa terhadap pemerintah seperti yang terjadi pada 1966 dan 1998. Disintegrasi sosial yang terjadi akan mempunyai kekuatan yang merongrong atau melemahkan kedudukan seseorang yang memiliki kekuasaan. Di Indonesia pernah terjadi beberapa kali konflik atau pertentangan dengan kekuasaan pemerintahan. Hal seperti itu terjadi sejak awal kemerdekaan sampai awal berdirinya Orde Baru, bahkan pada masa reformasi pasca 1998. Uraian berikut disusun berdasarkan intensitas (besar-kecilnya) pertentangan itu sendiri antara lain sebagai berikut.

  1. Kerusuhan (dapat juga disebut riot walaupun pengertiannya tidak tepat), ialah hampir sama dengan demonstrasi atau protes. Perbedaannya kerusuhan mengandung unsur kekerasan fisik dan biasanya diikuti dengan perusakan terhadap barang-barang, penganiayaan terhadap orang yang tidak disenangi, atau terjadi bentrokan fisik dengan pihak pengendali kerusuhan (keamanan). Kerusuhan umumnya ditandai dengan spontanitas terhadap suatu insiden atau sebagai kelanjutan dari demontrasi.
  2. Serangan bersenjata (armed attack), ialah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh atau untuk kepentingan suatu kelompok tertentu dengan maksud melemahkan atau bahkan menghancurkan kekuasaan dari kelompok lain. Serangan bersenjata ditandai dengan adanya pertumpahan darah, pergulatanfisik (perkelahian atau pertempuran) atau perusakan barang-barang. Serangan bersenjata terjadi pada kekerasan politik (pemberontakan), kriminalitas, atau kelanjutan dari kerusuhan.
  3. Kematian akibat kekerasan politik terjadi sebagai akibat dari pengendalian demonstrasi, kerusuhan atau serangan bersenjata.
  4. Demonstrasi, ialah protes terhadap pemegang kekuasaan tanpa melalui kekerasan. Protes dilakukan secara bersama-sama, umumnya terhadap kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau pemimpin perusahaan.
قالب وردپرس