Pembahasan kali ini adalah tentang pemberontakan andi aziz, latar belakang pemberontakan andi Azis, akibat pemberontakan andi azis di sulawesi, peristiwa andi azis, dan gerakan andi azis.
Pemberontakan Andi Azis merupakan salah satu tragedi Politik dan Ideologis Nasional pada masa Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Andi Azis menuntut agar ia yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur (NIT), dan menentang bergabungnya 900 pasukan APRIS dari Jawa yang dipimpin Mayor H.V. Worang.
Pagi-pagi tanggal 5 April 1950, ia dan pasukannya menyerbu markas TNI di Makassar dan berhasil menawan Letkol A.J. Mokoginta. Akibat tidak menyetujui tindakan Andi Azis itu, Perdana Menteri NIT Ir. P.D. Diapari mengundurkan diri dan pemerintahan diambil alih oleh Ir. Putuhena (pro-RI).
Pada tanggal 21 April 1950 Wali Negara NIT Sukawati mengumumkan kesediaannya untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah pusat RIS sendiri pada tanggal 8 April 1950 memberi ultimatum agar dalam waktu 4 × 24 jam Andi Azis melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan tindakannya; pasukannya agar dikonsinyasi dan senjata maupun tawanan harus diserahkan.
Oleh karena terlambat melaporkan diri, Andi Azis ditangkap. Dan bersama dengan itu dikirimlah ekspedisi ke Makassar dipimpin Kolonel A.E. Kawilarang, dengan 12 kapal, 2 tank pendarat, dan 12.000 pasukan.
Pertempuran pun pecah di Makassar antara APRIS dan KNIL. Meskipun memenangkan pertempuran, APRIS masih menghadapi serangan-serangan dari berbagai tangsi KNIL.
Pada tanggal 18 Mei 1950, diadakanlah perundingan untuk menyelesaikan kemelut antara Kolonel A.H. Nasution (APRIS) dengan Kolonel Pereira (Belanda).
Kesepakatannya adalah diadakan penjagaan bersama antara Polisi Militer (PM) APRIS dan Militer Politie (MP) KNIL di tangsi-tangsi KNIL dan di dalam kota.
Ketegangan kembali terjadi, setelah Letnan Jan Ekel (dari Nusa Tenggara) yang tidak mengetahui adanya garis demarkasi APRIS-KNIL, ditembak oleh Belanda sesaat setelah memasuki wilayah KNIL.
Pada tanggal 5 Agustus 1950 Markas Staf Brigade Mataram (dengan Komandan Letkol Soeharto) diserang oleh KNIL. Taktik ofensif APRIS berhasil memukul mundur dan mengepung KNIL.
Dalam kondisi terjepit, pada tanggal 8 Agustus 1950 KNIL mengajukan diri untuk berunding. Akhirnya, Kolonel A.E. Kawilarang (APRIS) dan Mayor Jenderal Scheffelaar (KNIL) setuju menghentikan tembak-menembak serta dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.
Pemberontakan Andi Azis merupakan salah satu tragedi Politik dan Ideologis Nasional pada masa Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pemberontakan Andi Azis
Di Makassar terjadi peristiwa Andi Azis tanggal 5 April 1950. Saat itu, Kapten Andi Azis dengan satu kompi eks KNIL telah diterima sebagai anggota APRIS, di bawah Letnan Kolonel Achmad Junus Mokoginta (Pejabat Panglima Teritorium Indonesia Timur).Andi Azis menuntut agar ia yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur (NIT), dan menentang bergabungnya 900 pasukan APRIS dari Jawa yang dipimpin Mayor H.V. Worang.
Pagi-pagi tanggal 5 April 1950, ia dan pasukannya menyerbu markas TNI di Makassar dan berhasil menawan Letkol A.J. Mokoginta. Akibat tidak menyetujui tindakan Andi Azis itu, Perdana Menteri NIT Ir. P.D. Diapari mengundurkan diri dan pemerintahan diambil alih oleh Ir. Putuhena (pro-RI).
Pada tanggal 21 April 1950 Wali Negara NIT Sukawati mengumumkan kesediaannya untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah pusat RIS sendiri pada tanggal 8 April 1950 memberi ultimatum agar dalam waktu 4 × 24 jam Andi Azis melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan tindakannya; pasukannya agar dikonsinyasi dan senjata maupun tawanan harus diserahkan.
Andi Azis |
Pertempuran pun pecah di Makassar antara APRIS dan KNIL. Meskipun memenangkan pertempuran, APRIS masih menghadapi serangan-serangan dari berbagai tangsi KNIL.
Pada tanggal 18 Mei 1950, diadakanlah perundingan untuk menyelesaikan kemelut antara Kolonel A.H. Nasution (APRIS) dengan Kolonel Pereira (Belanda).
Kesepakatannya adalah diadakan penjagaan bersama antara Polisi Militer (PM) APRIS dan Militer Politie (MP) KNIL di tangsi-tangsi KNIL dan di dalam kota.
Ketegangan kembali terjadi, setelah Letnan Jan Ekel (dari Nusa Tenggara) yang tidak mengetahui adanya garis demarkasi APRIS-KNIL, ditembak oleh Belanda sesaat setelah memasuki wilayah KNIL.
Pada tanggal 5 Agustus 1950 Markas Staf Brigade Mataram (dengan Komandan Letkol Soeharto) diserang oleh KNIL. Taktik ofensif APRIS berhasil memukul mundur dan mengepung KNIL.
Dalam kondisi terjepit, pada tanggal 8 Agustus 1950 KNIL mengajukan diri untuk berunding. Akhirnya, Kolonel A.E. Kawilarang (APRIS) dan Mayor Jenderal Scheffelaar (KNIL) setuju menghentikan tembak-menembak serta dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.