Contoh Resensi Buku Pengetahuan Terlengkap

Berikut ini adalah contoh-contoh resensi buku pengetahun sebagai pelengkap materi sebelumnya tentang cara meresensi buku pengetahuan yang dilengkapi dengan sistematikan penulisan resensi buku pengetahuan.

Contoh pertama


Bermain Internet Yuk

Judul buku : Belajar Internet untuk Anak
Pengarang  : Ajen Dianawati
Penerbit      : Wahyu Media, Jakarta
Tebal          : 115 halaman
Harga         : Rp15.000,00

Teman-teman tentu sudah mengenal internet, apalagi banyak sekolah yang sudah mengajarkan penguasaan komputer dan internet. Lewat internet, kita bisa berkirim surat elektronik atau e-mail, bisa mencari informasi tentang sesuatu, bahkan permainan yang seru, dan banyak lagi lainnya.

Kalau mau mempelajari secara benar manfaat internet, kita akan mendapatkan lebih banyak lagi keuntungannya. Buku "Belajar Internet untuk Anak" mengajak kita mengenal internet dengan benar.

Buku ini mengajarkan kita menghubungkan komputer dengan internet secara benar. Langkah ini berguna bila di rumah ada komputer dan kita ingin bermain internet sendiri. Kemudian kita juga diperkenalkan dengan berbagai fasilitas yang ada di internet.

Bab berikutnya kita belajar menjalankan internet, cara mencari informasi di mesin pencari, dan menyimpan dakumen yang kita ambil dari internet. Kemudian kita juga belajar mendaftar alamat e-mail, cara mendaftarkan, membuka e-mail, lalu membalas e-mail.

Ternyata bermain internet seru juga, selain menyenangkan juga bermanfaat. Ilustrasi yang menarik dan berwarna memudahkan kita untuk memahami bahasa dalam buku ini.
Laurensia, Semarang

Contoh kedua

Resensi
Cita-Cita Anak Desa

Judul buku : Sasti
Pengarang  : Nr Ina Huda
Penerbit      : Mitra Bocah Muslim Yogyakarta
Tebal          : 115 halaman
Harga         : Rp12.500,00

"Sasti, setelah lulus SD nanti, kamu enggak perlu sekolah lagi," katakata Bapak membuat Sasti atau Prasasti lemas. Gadis cilik yang cantik, cerdas dan selalu ceria itu memandang Bapak tak mengerti. Cita-citanya menjadi perawat kelihatannya tak dapat tercapai.

"Lebih baik bantu Emak di pasar. Anak buat apa sekolah tinggi? Kamu bantu emak dagang, berarti kamu sudah bisa cari uang," lanjut Bapak yang diiyakan Emak.

Rupanya hanya itu yang ada dipikiran kedua orang tuanya. Bapak dan Emak tak mau memikirkan kelanjutan sekolah Sasti. Bukan Sasti namanya kalau menyerah begitu saja. Dia tetap melanjutkan sekolah tanpa sepengetahuan Bapak dan Emak. Untuk membiayai sekolah, setiap pulang sekolah Sasti menjadi buruh pembuat bata merah.

Sayang, karena terlalu lelah belajar dan bekerja, Sasti sakit tipus. Akhirnya Bapak dan Emak mengetahui kegiatan Sasti selama ini. Bagaimana reaksi Bapak dan Emaknya? Apa yang dilakukan Sasti untuk meraih cita-citanya?

Bial teman-teman penasaran dengan kisah novel ini, buruan beli bukunya. Dengan membaca buku ini, kita jadi tahu bahwa masih banyak teman yang harus menempuh jalan berliku untuk tetap bisa bersekolah. Bukankah cita-cita itu harus diperjuangkan?
Nining Maimun, Pekalongan