Materi ini akan membahas tentang: Kerajaan mataram kuno, kehidupan politik kerajaan mataram kuno, lokasi mataram kuno, prasasti canggal, prasasti kalasan, prasasti kelurak, prasasti karang tengah, prasasti balitung, prasasti kedu.
Kerajaan Mataram Kuno
Di pedalaman wilayah Jawa Tengah sekitar abad ke-8 berkembang sebuah kerajaan besar yang disebut Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaan terletak di daerah yang disebut "Medang I Bhumi Mataram" (diperkirakan sekitar Prambanan, Klaten, Jawa Tengah).
Daerah ini dikelilingi pegunungan dan di tengahnya mengalir sungai-sungai besar, seperti Sungai Bogowonto, Progo, Wlo, dan Bengawan Solo. Di antara gunung-gunung tersebut terdapat pula gunung berapi yang sering meletus. Ini mengakibatkan wilayah Kerajaan Mataram Kuno sering mengalami bencana letusan gunung berapi.
Bahkan, pusat kerajaan Mataram juga sempat berpindah ke daerah Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno banyak meninggalkan bangunan candi dan prasasti. Hal ini tentu sangat membantu para ahli sejarah untuk mengetahui riwayat kerajaan ini.
Gambar: Candi Prambanan |
Prasasti Kerajaan Mataram Kuno
Beberapa prasasti penting yang terkait dengan asal mula Kerajaan Mataram Kuno adalah Prasasti Canggal (732 M), Prasasti Kalasan (776 M), Prasasti Kelurak (725 M), Prasasti Karang Tengah (824 M), Prasasti Balitung atau Kedu (907 M), dan Prasasti Sojomerto Batang.
Kehidupan Politik
Berdasarkan Prasasti Canggal diketahui bahwa Kerajaan Mataram Kuno mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya yang bernama Sanjaya. Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna.
Hal ini terjadi karena Raja Sanna tidak memiliki keturunan. Raja Sanjaya memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat hidup makmur, aman, dan tenteram. Hal ini terlihat dari kalimat dalam Prasasti Canggal yang menyebutkan bahwa Jawa kaya akan padi dan emas. Selain di dalam prasasti Canggal, nama Sanjaya juga tercantum dalam Prasasti Balitung.
Setelah Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Panangkaran. Dari prasasti Balitung diketahui bahwa Raja Panangkaran bergelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Hal ini menunjukkan bahwa Rakai Panangkaran berasal dari keluarga Sanjaya dan keluarga Syailendra.
Sepeninggal Panangkaran, Mataram Kuno terpecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Mataram yang bercorak Buddha dan Kerajaan Mataram yang bercorak Hindu.
Wilayah Kerajaan Mataram yang bercorak Hindu meliputi Jawa Tengah bagian Utara. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Sanjaya dengan raja-raja, seperti: Panunggulan Warak, Garung, dan Pikatan.
Sementara wilayah Kerajaan Mataram yang bercorak Buddha meliputi Jawa Tengah bagian Selatan. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Syailendra dengan rajanya antara lain Indra. tahun 850 M Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya mengadakan perkawinan politik dengan Pramodhawardani dari keluarga Syailendra.
Dengan perkawinan ini, Kerajaan Mataram Kuno dapat dipersatukan kembali.
Pada masa pemerintahan Pikatan-Pramodawardani, wilayah Mataram berkembang luas meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rakai Pikatan juga berhasil mendirikan Candi Plaosan. Sepeninggal Rakai Pikatan,Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Balitung (898 - 910 M).
Raja Balitung adalah raja terbesar Mataramdan bergelar Sri Maharaja Rakai Wakutura Dyah Ballitung.
Pada masa pemerintahannya banyak dibangun candi dan prasasti. Di antaranya adalah komplek Candi Prambanan. Selain itu, Raja Balitung dikenal dapat mengatur pemerintahan dengan baik sehingga membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.
Setelah Balitung, pemerintahan dipegang berturut-turut oleh Daksa, Tuladong, dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara 924 - 925 M. Ia kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Mpu Sendok. Pada masa pemerintahan Mpu Sendok inilah pusat kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur.
Hal ini disebabkan makin besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya yang diperintah oleh Balaputradewa. Selama abad ke-7 hingga abad ke-9 terjadi serangan-serangan dari Sriwijaya ke Mataram.
Hal ini menyebabkan Mataram Kuno makin terdesak ke wilayah timur. Selain itu, sering terjadi pula bencana alam berupa letusan gunung Merapi. Letusan gunung ini diyakini oleh masyarakat Mataram Kuno sebagai tanda kehancuran dunia. Oleh karena itu, mereka menganggap letak Kerajaan di Jawa Tengah sudah tidak layak dan harus dipindahkan.